Senin, 11 Februari 2019

Pemikiran Hasan Al-Banna dan Sayyid Qutb dalam pendidikan Islam


BAB I
PENDAHULUAN

     A. Latar Belakang Masalah
Sejarah telah mencatat para generasi dakwah Islam di era modern akan banyak pahlawan, dan hal tersebut telah terjadi, dan akan terus terjadi dari mereka yang memiliki sikap dan prinsip dengan tetap berpegang teguh pada manhaj Islam yang benar dan lurus. Jika boleh dikatakan bahwa mereka mampu mencapai puncak hingga peringkat sebagai pengemban dan pembawa manhaj ilahi dari generasi pertama umat Islam, dan tugas dari gerakan Islam adalah mengenang para pahlawannya dan mengapresiasi para syuhada di jalannya, sehingga kelak mereka menjadi panutan yang dapat memberikan pencerahan dan petunjuk bagi generasi dakwah setelahnya, dan setiap orang yang mengambil jalan ini. Kiranya tidak berlebihan jika Hasan al Banna –selain dikenal sebagai tokoh pergerakan- dia juga dikenal sebagai seorang tokoh pendidikan.
Dengan konsep pendidikannya yang menggunakan metode yang berbeda dengan yang berkembang di Mesir dan beberapa negara islam pada saat itu, beliau ingin menunjukka bahwa konsep pendidikannya dapat menjadi alternatif terbaik untuk mengatasi kondisi bangsa Mesir khususnya dan umat islam pada umumnya. Hasan al-Banna adalah seorang ilmuan dan pemikir muslim dari mesir yang tidak sedikit kontribusinya dalam bidang pendidikan.

      B. Rumusan Masalah
 1. Bagaimana pemikiran Hasan Al Banna tentang komponen komponen dalam pendidikan Islam?
 2.  Bagaimana corak pemikiran Sayyid Al-Qutb dalam pendidikan Islam?

     C.  Tujuan Dan Kegunaan
1. Untuk mengetahui pemikiran Hasan Al Banna tentang komponen komponen dalam pendidikan Islam
      2. Memahami pemahaman corak pemikiran Sayyid Al-Qutb dalam pendidikan Islam.





BAB II
PEMBAHASAN
  A.  Pengertian Revivalisme
Revivalisme Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham keagamaan Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan terknologi modern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya. Sesuai dengan perkembangannya zaman, hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecendrungan, pengetahuan, situasional, dan sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang relevan dan masih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.

     B.  Corak Pemikiran Hasan Al Banna
Hasan Al Banna dilahirkan di kota kecil Mahmudiyah di muara Sungai Nil, sembilan puluh mil di sebelah barat laut Kairo, pada tahun 1906.[1] Julukannya adalah Pembaharu Islam Abad ke-20.[2]Ayahandanya, bernama Syeikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, yang lebih terkenal dengan panggilan as-Sa'ati, atau si tukang arloji. Syeikh Ahmad sehari-harinya di samping sebagai tukang reparasi arloji juga merangkap sebagai imam masjid dan guru agama di masjid setempat.
Hasan Al Banna lahir dari keluarga yang cukup terhormat dan dibesarkan dalam suasana keluarga yang taat. Sebagai seorang ayah, Syeikh Ahmad mencita-citakan putranya (Hasan) sebagai mujahid (pejuang) disamping seoarang mujaddid (pembaharu). Sejak kecil Hasan Al Banna telah dituntut untuk menghafalkan Al-Qur‟an penuh. Baru setelah itu ia di masukkan sekolah persiapan yang dirancang pemerintah Mesir menunit model sekolah dasar, tanpa pelajaran bahasa asing. Dan ketika di rumah Hasan bergelut dengan perpustakaan pribadi ayahnya, yang berisi buku agama, hukum, hadis dan ilmu bahasa.[3]
Aktivitas dakwah Hasan al-Banna bermula ketika dia masih seorang bocah tanggung. Pada usia 12 tahun, ia bergabung dengan Masyarakat untuk Tingkah Laku Moral. Hal ini menunjukkan bahwa bocah kelahiran 1906 ini sudah tertarik pada masalah-masalah keagamaan sejak usia dini.[4]Pada usia 14 tahun (1920), Hasan Al Banna masuk sekolah guru tingkat pertama di Damanhur. Dan dalam usia itu pula Hasan Al Banna juga menjadi anggota aktif golongan sufi Hasafiyah, dan tetap aktif di jamiyah tersebut sampai dua puluh tahun berikutnya. Sejak di sekolah menengah hasan sudah terpilih sebagai ketua Jam‟iyatul Ikhwanial-adabiyah, yakni sebuah perkumpulan yang terdiri dari calon pengarang. Ia juga mendirikan dan sebagai ketua Jam‟iyatul Man‟il Muharramat, semacam serikat pertobatan serta pendiri dan sekretaris Jam‟iyatul Hasafiyah Khairiyah, semacam organisasi pembaharuan. Kemudian ia juga menjadi anggota Makarimul Akhlaqil Mukarramah, yaitu Perhimpunan Etika Islam.
            Pada usia enam belas tahun, ia pergi ke Kairo untuk melanjutkan sekolah guru bahasa Arab, sebuah lembaga pendidikan produk abadpembaharuan yang berdiri pada abad 19 dan boleh dikatakan sebagai miniatur Al-Azhar.
            Pada tahun 1927, saat usia Hasan Al Banna mencapai 21 tahun, ia lulus dari al-Ulum dan mendapat tugas sebagai guru Sekolah Dasar Ismailiyah markas besar Perusahaan Terusan Suez yang dikuasai oleh Inggris.
            Pada bulan Maret 1928, di kota Ismailiyah, ia mendirikan Gerakan Ikhwanul Muslimin.[5] Dia membentuk Ikhwanul Muslimin dengan tujuan memulai gerakan revolusioner untuk memandu bangsanya yang salah arah. Anggota Ikhwanul Muslimin adalah orang-orang yang berdedikasi dan beriman sehingga mereka tidak akan menyimpang dari prinsip-prinsip. Mereka mengunjungi semua rumah dan berusaha meyakinkan penghuni rumah untuk bergabung dengan mereka dan menghindari gemerlap dunia dan nilai-nilai Barat.[6]Gerakan ini dalam perjalanan perjuangannya di Mesir akhirnya mengalami beberapa hambatan dari pemerintahan Mesir sendiri, setelah kekhawatiran pemerintah atas keterlibatan Ikhwanul Muslimin dalam agitasi dan kekerasan, tepatnya pada tahun 1948, ketika pecah perang Palestina dan peran Mesir yang mengecewakan.
Puncaknya tanggal 8 Desember 1948, dengan keluar perintah militer yang berisi pembubaran Ikhwanul Muslimin dan cabangnya di mana saja, menutup pusat-pusat kegiatannya, menyita koran, dokumen, majalah dan semua publikasinya serta uang dan kekayaan Ikhwanul Muslimin. Kebijaksanaan pemerintah tersebut juga dibarengi dengan penangkapan dan pengahalauan para pejuang dan tokoh-tokoh Ikhwan ke kamp-kamp konsentrasi dan penjara.
            Hasan Al Banna masih mencoba mendekatkan pengertian untuk menjernihkan masalah, tapi pada tanggal 28 Desenber 1948, perdana menteri an-Nuqrasy terbunuh, dan tuduhan dialamatkan ke kelompok Ikhwan, dan menjadikan kondisi bertambah parah. Tujuh minggu setelah kejadian tersebut pada tanggal 12 Februari 1949, Hasan Al Banna dibunuh oleh agen-agen dinas rahasia Mesir.[7]
            Peristiwa itu terjadi pada masa Ibrahim Abdul Hadi yang menggantikan Nuqrasy sebagai perdana menteri dengan bekerjasama dengan istana dan agen imperialis Inggris. Setelah tewasnya Hasan Al Banna terjadilah penangkapan dan penyiksaan serta pembunuhan besar-besaran kepada anggota Ikhwanul Muslimin.[8]
            Imam Asy-Syahid mempunyai beberapa murid seperti, Yusuf AlQardhawi, Syaikh Mutawalli Sya‟rawi, Musthafa As-Siba'i, Abdul Qadir Audah, Umar At-Tilmisani, Mustafa Masyhur dan lain-lainnya. Ia mewariskan dua karya monumentalnya, yaitu Mudzakkirat al-Dakwah wa Da‟iyyah (Catatan Harian Dakwah dan Da‟i), dan Majmu‟ah Rasail (Kumpulan Surat-Surat). Selain itu, Hasan al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis dakwah sepanjang zaman.[9]

C.    Karya-Karya
Imam Hasan Al-Banna adalah seorang pendakwah Islam dan juga tokoh pembaharuan. Hasan Al-Banna himpunkan sekumpulan orang-orang Islam yang berwibawa serta mempunyai kesanggupan untuk hidup dan mati dalam memperjuangkan Islam. Beliau ingin menegakkan cara hidup Islam di Mesir. Lantaran itu, beliau menumpukan lebih banyak masanya di sudut amali gerakannya, iaitu memberi latihan akhlak dan rohani kepada para anggota Ikhwan.
1.      Muzakirat ad-Da’awah wa-Dai’yiah
nilah hasil karyanya yang terulung. Buku ini terbahagi kepada dua bahagian. Bahagian pertama menyentuh kehidupan pribadinya dan bahagian kedua pula ialah mengenai kegiatan Ikhwanul Muslimin.
2.      Risaail-Al-Imamu-Syahid.
Buku ini ialah himpunan beberapa makalah yang disusunnya pada waktu waktu tertentu sepanjang hayatnya.
Buku ini terbahagi kepada tajuk-tajuk yang berikut:
1.      Risalatu Ta'alim.
Buku kecil ini mengandungi arahan-arahan yang diberinya kepada mereka yang memasuki gerakan Ikhwanul Muslimin.
2.      Risalah Jihad
Makalah ini menerangkan kewajiban, kepentingan dan kelebihan Jihad. Imam Hasan Al-Banna menulis makalah ini ketika para sukarelawan ‘Ikhwanul Muslimin’ melancarkan Jihad terhadap Yahudi di Palestin. Manakala ini merupakan panduan untuk para mujahidin Islam.
3.      Da’watuna Fi Taauri Jadid:
Makalah ini bermaksud ‘Dakwah kami di tahap baru’. Makalah ini ditulis ketika gerakan Ikhwanul Muslimin sedang pesat berkembang dan ramai para belia sedang menganggotainya.
4.      Ar-Risail Ats-Tsalaasah:
Karya Hasan Al-Banna yang ini pula terdiri daripada tiga makalah. Tajuk makalah yang pertama ialah ‘Apakah tugas kita?’. Tajuk makalah yang kedua ialah ‘Ke arah mana kita menyeru manusia?’. Tajuk makalah yang ketiga pula ialah ‘Risalah Cahaya’.
5.      Perbandingan di antara yang dahulu dan sekarang.
Makalah ini ialah yang pertama sekali ditulis oleh Imam Hasan Al-Banna. Dalam makalah ini, beliau menerangkan dasar-dasar Islam dan ciri ciri pembaharuan ummah.
6.       Risalatul Mu’tamarul Khamis.
Makalah ini merupakan syarahan Hasan Al-Banna di dalam Muktamar Kelima Ikhwanul Muslimin. Dalam syarahannya ini beliau menilai kembali pencapaian Ikhwanul Muslimin sepanjang sepuluh tahun yang lepas.
7.      Ikhwanul Muslimin di bawah panji-panji Al-Quran.
Dalam syarahan ini, matlamat dan tujuan Ikhwan telah dijelaskan. Beliau juga membincangkan tugas serta kewajipan para belia. Makalah ini juga mengemukakan saranan supaya dilakukan pemberontakan terhadap kuasa-kuasa penjajah yang sedang menghancurkan masyarakat Mesir.
8.      Persoalan-persoalan negara dari segi kaca mata Islam.
Imam Hasan Al-Banna menulis makalah ini selepas tertubuhnya negara Pakistan. Beliau membincangkan masalah masalah politik negara Mesir dan negara-negara Islam yang lain. Turut dibincangkan ialah negara baru Pakistan yang sedang diancam oteh India dengan bantuan pihak Kornunis.
Dalam bahagian pertama, beliau membincangkan segala keburukan yang ada corak kerajaan waktu itu dan kemudian beliau memberi penyelesaian kepada masalah tersebut menurut dasar dasar Islam.
Dalam bahagian kedua, dasar ekonomi diperbincangkan. Seterusnya, beliau menghuraikan sistem ekonomi Islam dan penyelesaian kepada masalah ekonomi Barat.
9.      Syarahan syarahan Imam Hasan AI Banna.
Buku ini mengandungi syarahan syarahan dan kuliah-kuliah Hasan Al-Banna. Ia merupakan satu khazanah ilmu.
10.  Maqalat Hasan Al-Banna.
Buku ini ialah himpunan nasihat nasihat dan arahan arahan Imam Hasan AlBanna kepada sahabat-sahabat dan para anggota Ikhwanul Muslimin.
11.  Al-Ma’thurat.
Buku ini ialah himpunan do’a-do’a dan zikir yang disusun oleh Imam Hasan Al-Banna sendiri. la dibaca beramai-ramai oleh para anggota Ikhwan sebelum solat Maghrib. Ia merupakan pembaharuan ikrar mereka kepada Allah dalam.menjalankan dakwah Islamiah.


Karya : HASAN AL-BANNA





 D. Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Tokoh Hasan Al-Banna
1. Tujuan
Pada hakekatnya tujuan pendidikan Madrasah Hasan Al Banna merupakan suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang dikehendaki, yang mempengaruhi dan menggejala dalam prilaku, berorientasi untuk merealisasikan identitas Islami, yaitu , membentuk kepribadian muslim.[10]
            Hasan Al Banna sering mengatakan bahwa pendidikan (tarbiyah) adalah upaya ikhtiari manusia untuk merubah kondusi ke arah yang lebih baik. Beliau berkata :
            “Pendidikan (tarbiyah) harus menjadi pilar kebangkitan. Pertamatama, umat Islam harus terdidik, dengan itu akan mengerti hak-haknya yang harus diterimanya secara utuh, dan mempelajari berbagai sarana agar dapat memperoleh hak-hak tersebut”[11]
            Mencermati kutipan di atas, setidaknya ada tiga hal yang sangat mendasar dan perlu digarisbawahi yang berkaitan dengan pendidikan umat Islam :
a.       Umat Islam tidak boleh menjadi umat yang bodoh, ia harus punya pendidikan.
b.      Umat Islam harus mengetahui dan menjalankan kewajibankewajibannya, dengan itu ia akan mengetahui akan hak-hak yang harus menjadi miliknya.
c.       Umat Islam tidak hanya dituntut punya pengetahuan teoritis, tapi juga keterampilan (skill) sebagai saran memperoleh hal-hal yang berkenaan dengan haknya.
          2. Materi
a. Ketuhanan.
Aspek ketuhanan atau keimanan merupakan segi terpenting dalam pendidikan Islam.[12] Yang demikian itu karena tujuan pertama dari pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang beriman kepada Allah.
Di antara nilai-nilai pokok yang dilaksanakan oleh pendidikan Ketuhanan Ikhwanul Muslimin adalah ibadah kepada Allah Swt. Itulah tujuan pertama dari penciptaan manusia.
Di antara unsur-unsur pokok yang ditekankan dalam ibadah adalah :
1)      Tetap mengikuti Sunnah dan menjauhi bid'ah, sebab setiap bid’ah adalah sesat.
2)      Mengutamakan ibadah-ibadah fardhu, sebab Allah tidak menerima ibadah sunnah sebelum ditunaikan yang fardhu.
3)      Menggemarkan shalat berjamaah, meskipun mazhab-mazhab berbeda pendapat mengenai hukumnya, ada yang mengatakan fardhu ain, ada yang mengatakan fardhu kifayah dan ada yang mengatakan sunnah muakkad.
4)      Menggemarkan amalan sunnah
5)      Menggemarkan berzikir kepada Allah.
Berpikir dalam Islam adalah ibadah, mencari bukti adalah wajib dan menuntut ilmu adalah fardu, sebagaimana kejumudan itu adakah keji dan taklid adalah kejahatan. Berpikir dalam Islam adalah ibadah, mencari bukti adalah wajib dan menuntut ilmu adalah fardu, sebagaimana kejumudan itu adakah keji dan taklid adalah kejahatan. Islam menuntut dari seorang muslim supaya mempunyai bukti-bukti tentang Tuhannya dan dakwahnya hendaklah berlandaskan akal. Iman seorang mukallid tidaklah diterima dan Islam tidak membenarkan penganutnya menjadi pengekor, berpikir dengan kepala orang lain, lalu ia mengikuti saja tanpa pemikiran dan pengertian. Bahkan ia harus berpikir, sendiri merenungkan dan memahami. Al-Qur‟an menempatkan ilmu lebih dahulu dari iman dan ta‟at, kedua-duanya adalah hasil dari ilmu atau cabang daripadanya.
            Demikian pendidikan Ikhwanul Muslimin yang menempatkan pember.tukan akal atau ilmu pada tempat terdepan dalam sistemnya yang bersifat menyeluruh. Kekeliruan kaum muslimin memahami Islam adalah akibat dua perkara penting yaitu:
a. Endapan-endapan masa kemunduran dan apa yang masuk ke dalam Islam pada masa itu berupa percampur-adukan, bid'ah, dan pengertian yang salah disebabkan penyelewengan dari mereka yang ekstrim, usaha dari mereka yang sengaja membuat kebatilan dan penafsiran orang-orang bodoh. Dalam suasana seperti ini taklid dan fanatik mazhab berkembang dengan subur.
b. Pengaruh-pengaruh pertarungan pemikiran atau penjajahan kebudayaan yang menimpa negeri-negeri Islam pada masa penjajahan asing, yang memasukkan pengertian-pengertian baru dan pemikiran-pemikiran asing dalam kehidupan kaum muslimin. Semua ini dimajukan dan diperkuat melalui lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran dan badanbadan ilmiah dan pengarahan.[13]
Al-Qur'an dan tafsir adalah sumber yang pertama bagi Ikhwanul Muslimin, dengan ketentuan tafsir ulama salaf yang didahulukan atas tafsir-tafsir lainnya. Sebab itu mereka bertumpu pada Tafsir Ibnu Katsir dan menjadikannya sebagai sumber utama.
As-Sunnah sebagai sumber kedua, dengan ketentuan mengenai keautentikannya dan syarahnya (penjelasannya) mereka harus berpegang pada imam-imam Hadits yang terpercaya.
Pada akhir hayatnya, Imam Hasan Al Banna menyadari bahwa jama‟ahnya perlu memperdalam aspek pemikiran dan ilmiah pada anggota-anggotanya dari satu segi dan menjelaskan aspek-aspek Islam dan tujuannya kepada selain anggota dari segi lain. Lalu beliau menerbitkan majalah bulanan Asy-Syihab untuk mengisi kekosongan ini dan merealisasikan tujuan tersebut. Majalah ini menggantikan majalah Al-Manar yang telah terhenti penerbitannya seelah pemimpinnya Sayid Rasyid wafat. Kebanyakan isinya ditulis oleh Hasan Al Banna sendiri.[14]
b. Aspek Akhlak
Di antara aspek pendidikan yang terpenting menurut Ikhwanul Muslimin ialah aspek kejiwaan atau akhlak. Mereka sangat mementingkan dan mengutamakannya serta menganggapnya sebagai tonggak pertama untuk perubahan masyarakat. Imam Hasan Al Banna menamakannya “Tongkat Komando Perubahan”, seperti tongkat yang mengalihkan perjalanan kereta api dari satu jalur ke jalur lainnya.
            Islam memandang akhlak utama sebagian daripada iman atau sebagian dari buahnya yang matang. Sebagaimana iman, begitu pula Islam tergambar pada keselamatan akidah dan keikhlasan beribadah, tergambar pula pada kemantapan akhlak.
            Akhlak mencakup hal yang lebih luas dan lebih dalam dari aspek-aspek kehidupan termasuk pengendalian diri, benar dalam perkataan, baik dalam perbuatan, amanah dalam mu'amalah, berani dalam mengeluarkan pendapat, adil dalam memutuskan, tegas dalam kebenaran. bulat tekad untuk kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, melarang dari yang mungkar, antusias tehadap kebersihan, menghormati peraturan dan tolong menolong atas kebaikan dan takwa.
            Diantara hal yang paling penting yang ditanamkan oleh Ikhwanul Muslimin ke dalam jiwa pengikutnya yaitu:  Sabar, Tabah, Cita-cita, Pengorbanan.
c. Aspek Jasmani
Ikhwanul Muslimin tidak mengabaikan aspek jasmani dalam pendidikan anggota-anggotanya. Sebab tubuh adalah sarana manusia untuk mencapai maksudnya serta melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan dunia.
Tujuan dari pendidikan ini adalah:
a)      Kesehatan badan dan terhindarnya dari penyakit.
b)      Kekuatan jasmani dan ketrampilannya.
c)      Keuletan dan ketahanan tubuh.
Karena itu Ikhwanul Muslimin mendirikan klub-klub olahraga, team-team kepanduan, menyiapkan gerak jalan dan perkemahan yang bersifat rutin dan periodik sebagai latihan yang intensif untuk hidup dalam kekurangan, tahan dan sabar di padang pasir, didaerah pegunungan di bawah terik matahari dan udara yang sangat dingin atau menghadapi hujan atau kurangnya air dan makanan.[15]
                  c. Aspek Jihad
Aspek pendidikan Ikhwanul Muslimin yang paling menonjol adalah pendidikan jihad. Imam Hasan Al Banna menganggap jihad sebagai salah satu rukun bai'at yang sepuluh dan salah satu semboyan yang diteriakkan oleh jama'ah adalah kalimat “Jihad itu adalah jalan kami dan mati pada jalan Allah adalah cita kami yang tertinggi.”
d. Aspek Politik
Pendidikan politik madrasah Hasan Al Banna didasarkan atas sejumlah prinsip, yaitu:
a)  Memperkuat kesadaran dan perasaan wajib membebaskan negeri Islam dengan segala cara yang sah.
b) Mernbangkitkan kesadaran dan perasaan atas wajibnya mendirikan “pemerintahan Islam”,
c) Mernbangkitkan kesadaran dan perasaan akan wajib terwujudnya persatuan Islam. Persatuan adalah kewajiban agama dan keharusan hidup.
3. Metode
Menurut Hasan Al Banna, metode pendidikan harus seirama dengan konsep dan martabat manusia sebagai khalifah Allah. Artinya, metode dan pendekatan dalam pendidikan haruslah mencontoh prinsip prinsip Qur’ani, yaitu :
a. Bersifat komprehensif, yaitu satu sama lain saling mengisi.
b. Mampu mendidik manusia untuk layak berintegrasi bagi kehidupan dunia akhirat.
c.  Mengakui adanya kekuatan dalam diri manusia, ruh, akal, jasmani, dan bekerja demi memenuhi kebutuhannya.
d. Siap untuk diterapkan, artinya tidak terlalu idealis dan mungkin diikuti dan diterapkan oleh manusia.
e. Metode praktik, bukan sekedar teoritis.
f. Bersifat kontinue, sesuai bagi seluruh manusia dan berlangsung sampai manusia menemui Rabbnya.
g. Menguasai seluruh perkembangan dalam hidup manusia, mencapai batasan yang mampu diakses oleh manusia dengan kekuatan yang dimilikinya.[16]
4. Pendidik dan Peserta Didik
Tentang hubungan pendidik dengan peserta didik menurut pemikiran Hasan Al Banna dapat terbaca dari cuplikan-cuplikan pidato dan surat-surat yang ia kirimkan kepada anggota-anggota dan simpatisan al-Ikhwan al-Muslimin yang selalu memakai tema al-ikhwan.[17] Kata “nahnu dengan arti “kita”, dan memakai kata kerja berawalan “nun” (fill mudhari), seperti” na‟taqidu ( نعتق ) dengan arti kita meyakini, nunadihim dengan arti kita ajak mereka, dan lain-lain.
            Hubungan yang dekat antara Hasan Al Banna dengan jamaahnya merupakan refleksi dari pemikirannya tentang perlunya membangun hubungan yang erat antara murabby dengan murabba. Hubungan antara murabby (Tuhan) dengan murabba (alam semesta) merupakan manifestasi dari pemahamannya terhadap potongan ayat “al-hamd li Allah Rabb al- Ilamin”. Suatu hubungan yang melambangkan kasih tanpa pilih terhadap anak-anak didik yang notabenenya mereka berasal dari berbagai strata kehidupan dan kemampuan yang variatif.
            Kehangatan hubungan antara seorang pendidik dengan anak didik merupakan suatu hal yang krusial yang mestinya diwujudkan dalam pendidikan, sebab hal itu menurut sebuah penelitian akan memberikan pengaruh positif terhadap usaha belajar siswa/anak didik.[18]
            Jika dianalisis secara seksama pemikiran Hasan Al Banna yang tertuang dalam karyanya yang cukup monumental itu, melahirkan kesan bahwa beliau itu boleh dikatakan tidaklah seorang teoritisi yang hanya bergelut dengan pemikifan tanpa aplikasi di dunia nyata. la sebenarnya lebih dekat dikatakan sebagai seorang praktisi lapangan. Implementator dari setiap gagasan yang ia petik dan ia pahami dari isyarat-isyarat Qur’ani.
            Pandangan semacam ini identik dengan pendapat Shalaluddin Jursyi, menurutnya, Hasan Al Banna itu lebih menonjol kemampuan memimpinnya dan mendidik umat dengan berbagai kecakapan yang dimilikinya dan ia selalu berperan sebagai orang tua dalam hubungannya dengan para pengikutnya.[19]
            Suatu hal yang rasanya perlu dicatat terutama bagi pengelola pendidikan terutama bagi orang-orang yang berkiprah di dunia pendidikan. Menurut beliau, hendaklah ditangani oleh orang yang punya kekuatan jiwa, tekad yang kuat dan semangat yang tegar. Memiliki kesetiaan yang utuh, bersih dari sikap lemah dan jauh dari sifat munafik. Punya sifat rela berkorban, tidak mudah diperdayakan oleh hal-hal material, dan jauh dari sifat serakah.[20] Seluruhnya merupakan kompetensi kpribadian yang hams dimiliki setiap individu yang bergerak dalam dunia pendidikan.
            Hal yang perlu diteladani dari pemikiran Hasan Al Banna terutama dalam hal hubungan pendidik dengan peserta didik yang merupakan gambaran kompetensi kepribadian adalah, mendidik dengan hati dan selalu mendoakan anak didik.
            Dalam hal kelemah lembutan, Saiful Islam anak kedua dari Hasan Al Banna-Sekjen Aliansi Advokat dan anggota Parlemen Mesir menuturkan: “Ayah mengajari kami dengan penuhb cinta kasih, ketulusan, kelembutan dan penuh rasa harap.”[21]
5.  Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi sebagai salah satu komponen pendidikan sasarannya adalah proses belajar mengajar. Namun bukan berarti evaluasi itu hanya tertuju kepada hasil belajar murid, ia juga bisa meramalkan tentang keuntungan yang diperoleh melalui penyelenggaraan yang tepat dalam merumuskan tehnik-tehnik.[22]
            Dalam pelaksanaan evaluasi, ada beberapa hal yang muncul dari pemikiran Hasan Al Banna di antaranya yang paling penting sekali adalah kejujuran. Untuk membentuk sifat jujur di dalm diri peserta didik, ia menerapkan sebuah model evaluasi “al-muhasabah” sebagai sebuah metode untuk membentuk sikap percaya diri sendiri, yaitu membuat pertanyaan-pertanyaari'yang ditujukan oleh seseorang kepada dirinya sendiri dan ia sendiri yang harus menjawabnya dengan “ya” atau “tidak”. Introspeksi hanya dilakukan sendiri tidak memerlukan pengawasan orang lain. Tujuannya adalah menanamkan kepercayaan pada diri sendiri.[23]
            Untuk membentuk jiwa yang jauh dari kecurangan, Hasan Al Banna menanamkan keyakinan kepada mereka bahwa Allah selalu menyertai mereka. Sedangkan dari aspek tujuan evaluasi adalah untuk menjadi sarana kenaikan manzilah (kedudukan).

E. Relevansi pemikiran pendidikan islam tokoh Hasan Al Bannan dengan pendidikan masa kini
Tujuan pendidikan menurut Hasan Al-Banna yang menekankan pada keseimbangan antara jasmani, akal, dan hati sangatlah sesuai dengan tujuan pendidikan pada masa sekarang. Hal tersebut bisa dilihat dari pendidikan sekarang yang menekankan keseimbangan antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Tiga strategi yang diterapkan Hasan Al-Banna untuk mereformasi kurikulum pendidikan seperti
a. melakukan seleksi terhadap materi-materi pelajaran,
b. menyeleksi dan menyiapkan para guru,
c.  menyeleksi buku-buku ajar masih diterapkan sebelum pembelajaran dimulai di era sekarang ini, hal tersebut dapat dilihat dari persiapan seorang pendidik yang membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) sebelum memulai proses belajar mengajar. 
Metode pendidikan yang digunakan Hasan Al-Banna merupakan metode pembelajaran modern yang pada masa sekarang masih relevan, mengingat sebagian besar dari metode tersebut masih digunakan pada proses pembelajaran sekolah-sekolah, terutama sekolah ideal.
Pemikiran Hasan al-Banna dapat dikategorikan kedalam pemikiran rasional religius, yakni mengedepankan akal dengan tetap berpegang teguh pada sumber ajaran agama yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Pemikiran Hasan al-Banna dalam hal pendidikan dapat dikategorikan ke dalam aliran rekontruksionisme yaitu suatu aliran yang berusaha mengatasi krisis kehidupan modern dengan membangun tata susunan hidup yang baru melalu lembaga dan proses pendidikan. Adapun teori dan ide pokok kependidikan yang ditawarkannya sangat ideal dan relevan untuk saat ini, hal ini terlihat adanya aspek-aspek yang diterapkannya melalui pendidikan madrasah, disana terdapat  keseimbangan antara pengetahuan umum dan pendidikan agama.




 F. CORAK PEMIKIRAN SAYYID AL QUTB

Sayyid Qutb adalah seorang mujahid dakwah dan pembaharu Islam serta pemikir besar kontemporer terkemuka yang dilahirkan pada 9 Oktober 1906 di Meusyah, salah satu provinsi Asyuth, di dataran tinggi Mesir. Nama lengkapnya adalah Sayyid Qutb Ibrahim Husain. Ia berasal dari keluarga petani terhormat yang relatif berada dan ayahnya yang bernama al-Haj Quthb bin Ibrahim adalah anggota Partai Nasionalis di desanya.Qutb muda adalah seorang yang sangat pandai.
   Pada usianya yang relative muda ia berhasil menghafal al-qur’an dengan baik. Pendidikan dasarnya ia peroleh dari sekolah pemerintah selain dari apa yang dia dapatkan dari sekolah Kuttab (TPA). Berbekal pada persediaan dan harta yang sangat terbatas Qutbh dikirim ke Halwan, sebuah daerah pinggiran ibu kota Mesir, Kairo. Semangat dan kemampuan belajar yang tinggi ia tunjukkan pada kedua orang tuanya. Sebagai buktinya ia berhasil masuk pada perguruan tinggi Tajmiyan Dar al-Ulum, yang sekarang telah berubah menjadi Universitas Kairo. Pada tahun 1933 Qutb dapat menyelesaikan pendidikannya dengan mendapatkan gelar sarjana pendidikan, dengan gelar Lisance dibidang sastra.                       
Tak lama setelah itu ia diterima bekerja sebagai pengawas pendidikan di Departemen Pendidikan Mesir. Selama bekerja, Qutb menunjukkan kualitas dan hasil yang luar biasa, sehingga ia dikirim ke Amerika untuk menuntut ilmu lebih tinggi dari sebelumnya. Seperti keranjingan ilmu, tak puas dengan yang ditemuinya ia berkelana ke berbagai negara di Eropa. Itali, Inggris dan Swiss dan berbagai negara lain dikunjunginya. Tapi itupun tak menyiram dahaganya. Studi di banyak tempat yang dilakukannya memberi satu kesimpulan pada Sayyid Qutb. Hukum dan ilmu Allah saja muaranya. Selama ia mengembara, banyak problem yang ditemuinya di beberapa negara. Secara garis besar Sayyid Qutb menarik kesimpulan, bahwa problem yang ada ditimbulkan oleh dunia yang semakin matrealistis dan jauh dari nilai-nilai agama.Kemudian Ia kembali ke Mesir dan bergabung dengan kelompok pergerakan Ihkawanul Muslimin. Di sanalah Sayyid Qutb benar-benar mengaktualisasikan dirinya.Dengan kapasitas dan ilmunya, tak lama namanya meroket dalam pergerakan itu. Tapi pada tahun 1951, pemerintahan Mesir mengeluarkan larangan dan pembubaran ikhwanul muslimin.Saat itu Sayyid Qutb menjabat sebagai anggota panitia pelaksana program dan ketua lembaga dakwah. Selain dikenal sebagai tokoh pergerakan , Qutb juga dikenal sebagai seorang penulis dan kritikus sastra. Banyak karyanya yang telah dibukukan. Ia menulis tentang banyak hal, mulai dari sastra, politik sampai keagamaan.
Pada tahun 1954, Sayyid menjabat sebagai pemimpin redaksi harian Ikhwanul Muslimin. Tapi harian tersebut tak berumur lama, hanya dua bulan saja karena dilarang beredar oleh pemerintah. Tak lain dan tak bukan sebabnya adalah sikap keras, pemimpin redaksi, Sayyid Qutb yang mengkritik keras Presiden Mesir kala itu, Kolonel Gamal Abdel Naseer. Setelah melalui proses yang panjang dan rekayasa, akhirnya pada tahun 1955, Sayyid Qutb ditahan dan dipenjara dengan alasan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Tiga bulan kemudian, hukuman yang lebih berat diterimanya, yakni harus bekerja paksa di kamp-kamp penampungan selama15 tahun lamanya. Berpindah-pindah penjara, begitulah yang diterima Sayyid Qutb dari pemerintahnya kala itu.Hal itu terus di alaminya sampai pertengahan 1964. Setahun kemudian, pemerintah kembali menahannya tanpa alasan yang jelas. Kali ini justru lebih pedih lagi, Sayyid Qutb tak hanya sendiri. Tiga saudaranya dipaksa ikut serta dalam penahanan ini. Muhammad Qutb, Hamidah dan Aminah, serta 20.000 rakyat Mesir lainnya. Hukuman yang diterima kali ini pun lebih berat dari semua hukuman yang pernah diterima Sayyid Qutb sebelumnya. Ia dan dua kawan seperjuangannya dijatuhi hukuman mati. Tepat pada tanggal 29 Agustus 1969, ia syahid di depan algojo-algojo pembunuhnya. Sebelum ia menghadapi ekskusinya dengan gagah berani, Sayyid Qutb sempat menuliskan coratan-coretan sederhana, tentang pertanyaan dan pembelaannya. Kini coratan-coretan itu telah menjadi buku yang berjudul, “Mengapa Saya Dihukum Mati”. Sebuah pertanyaan yang tak pernah bisa dijawab oleh pemerintahan Mesir kala itu.


1. Corak dari pemikiran sayyid qutb antara lain terdiri dari :
            a.       Memerangi bentuk-bentuk kerusakan dan penyimpangan kehidupan mesir.
            b.      Menjadikan islam sebagai solusi.
            c.       Gerakan dakwah yang diutamakan.
            d.      Pemikiran bersih dan terfokus pada tema tauhid yang murni
Buku-buku hasil torehan tangan sayyid qutb adalah sebagai berikut:
·         Muhimmatus sya’ir fil hayah wa syi’r al jail al-hadhir
·         As-syathi’ al-majhul, kumpulan sajak quthb satu-satunya
·         Naqd kitab “mustaqbal ats-tsaqafah di mishr” li ad-duktur thaha Husain
·         At-tashwir al-fanni fil-quran, buku islam quthb yang pertama
·         Al-athyaf al-arba’ah, ditulis bersama-sama dengan saudara-saudaranya: aminah, Muhammad, dan hamidah
·         Thifl min al-qaryah, berisi tentang gambaran desanya serta catatan masa kecilnya di desa
·         Al-madinah al-manshurah, sebuah kisah khayalan semisal kisah seribu satu malamKutub wa syakhshiyat, sebuah studi quthb terhadap karya-karya pengarang lainAsywak
·         Raudhatut thifl, ditulis bersama aminah as-sa’id dan yusuf murad
·         Al-qashash ad-diniy, ditulis bersama abdul hamid jaudah as-sahhar.
·         Fi zhilalil qur’an
·         Dirasat islamiyah, kumpulan berbagai macam artikel yang dihimpun oleh muhibbudin al-khatib
·         Al-mustaqbal li hadza ad-din.
·         Al-islam wa musykilat al-hadharah.
·         Ma’alim fith-thariq.
·         dll
Sedangkan studinya yang bersifat keislaman harakah yang matang, yang menyebabkan ia dieksekusi (dihukum penjara) adalah sebagai berikut.
- Ma’alim fith-thariq.
- Fi zhilalil as-sirah.
- Muqawwimat at-tashawwur al-islami
-  Fi maukib al-iman
-  Nahwu mujtama’ islami.
-  Hadza al-qur’an
-  Awwaliyat li hadza ad-din
-  Tashwibat fi al-fikri al-islami al-mu’ashir
Salah satu pemikir fundamentalis Islam yang terkenal adalah Sayyid Qutb, beliau lahir di Asyut, Mesir pada tahun 1906. Sayyid Qutb adalah salah satu pemikir Islam yang banyak diilhami oleh Al-Maududi, beliau adalah seorang penyair dan guru. Sayyid Qutb adalah salah satu anggota dari Ikhwanul Muslimin dan beliau bergabung pada tahun 1951 serta menjabat sebagai penasihat kebudayaan serta menjadi editor koran Ikhwanul Muslimin. Adapun beberapa pemikiran yang telah beliau sumbangkan selama masa hidupnya, dari awal beliau meniti karir sampai masuk menjadi anggota Ikhwanul Muslimin hingga dipenjara dan meninggal di tiang gantung yaitu sebagai berikut :
2. Pemikiran serta karya Sayyid Qutb selama masa hidupnya
Selama masa mudanya Sayyid Qutb telah menuangkan pemikirannya tentang pandangan-pandangannya terhadap Islam. Selama masa dimana beliau belum bergabung dengan gerakan Ikhwanul Muslimin kebanyakan karya-karyanya tidak jauh dari hal-hal yang sarat akan seni dan keindahan serta penafsiran-penafsiran dalam bahasa syair, karena beliau adalah seorang penyair dan guru.
Latar belakang pendidikan yang ia peroleh dalam bidang pendidikan serta pemikiran kritisnya yang terilhami para tokoh-tokoh islam seperti Al-Maududi dan juga Hassan Al-Banna yang dengan terang-terangan mengkritik pemerintahan yang berkuasa pada saat itu. Pemikiran Sayyid Qutb berjalan sesuai fase kematangan berfikir tentang keadaan masyarakat Islam terutama Masyarakat Mesir yang dipimpin oleh Gamal Abdul Nasser. Ia pada mulanya hanya mengulas tentang isi-isi Al-Qur’an beserta segala seni dan keindahan yang ada didalamnya namun lama kelamaan beliau pun ikut masuk dalam kelompok pergerakan kemerdekaan yang memperjuangkan kemurnian Islam dan menolak modernisasi kebarat-baratan.
Di umur 33 tahun Sayyid Qutb membuat buku “At-Taswir Fanni Fil Qur’an” pada tahun 1939. Tulisan ini mengupas indahnya seni yang terdapat di dalam ayat-ayat al-Qur’an. . Pada tahun 1945 ia menulis sebuah kitab bertajuk “Masyahidul Qiamah Fil Qur’an” yang isinya menggambarkan peristiwa hari kiamat dalam Al-Qur`an. Dan pada tahun 1948, Sayyid Qutb menghasilkan sebuah buku berjudul “Al-Adalah Al-Ijtima’iyyah Fil Islam” atau Keadilan Sosial dalam Islam. Dalam kitab ini, ia tegas menyatakan bahwa keadilan masyarakat sejati hanya akan tercapai bila masyarakat menerapkan sistem Islam dan mengikuti kaidah-kaidah yang telah diajarkan.                                                 Di sekitar tahun 1948-1950 Sayyid Qutb mendapat kesempatan untuk pergi menimbah ilmu di Amerika Serikat. Selama di AS beliau banyak menemukan hal-hal yang membuatnya kaget karena melihat maraknya rasisme dan kebebasan seksual yang terjadi di dalam masyarakat AS. Melalui karyanya The America That I Saw beliau mengungkapkan bahwa kemajuan Amerika semata-mata sebagai kemajuan produksi, organisasi, nalar, dan kerja. Tidak memperlihat suatu kemajuankepemimpinan sosial dan kemanusiaan tidak pula dalam prilaku dan emosi.
Fase terakhir perjalanan Sayyid Qutb berawal pada tahun 1951, saat ia mulai bergabung dengan Jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimun ( Ikhwanul Muslimin), sampai tahun wafatnya di tiang gantungan tahun 1966. Ikhwanul Muslimin adalah suatu gerakan yang dianggap radikal di Mesir pada saat itu dikarenakan pemikiran-pemikiran parah tokoh didalamnya yang menolak pemerintahan yang dianggap tidak Islami dan para pemimpinnya yang murtad karena tidak mengikuti kaidah-kaidah dalam Islam serta cenderung bekerjasama dengan dunia Barat. Kelompok Ikhwanul Muslimin ini di didirikan oleh Hassan Al-Banna.
Sayyid Qutb berkesempatan menjadi penasihat kebudayaan dan editor majalah Ikhwanul Muslimin. Kelompok Ikhwanul Muslimin dianggap tidak sah dan anggotanya ditangkap serta dijebloskan kedalam penjara oleh Presiden Mesir saat itu Gamal Abdul Nasser. Selama di penjara Sayyid Qutb merefisi berjilid-jilid penafsiran Al-Quránnya. Dalam karyanya ma’álim fi al-thariq (Petunjuk Jalan) ia mengatakan bahwa kelompok yang menentang Islamisasi masyarakat dan negaraharus diperlakukan selayaknya kaum jahiliyah atau dianggap murtad.
Menurut beliau rezim Mesir adalah rezim yang tidak Islami dan sah untuk digulingkan. Sayyid Qutb menolak modernisasi dalam Islam dan beliau juga berpendapat bahwa Islam tidak perlu belajar kepada dunia Barat. Qutb juga mengajukan beberapa solusi yang dianggap radikal contohnya adalah dalam membaca Al-Qurán. Al-Qurán haruslah dibaca seperti membaca Puisi karena Metodologi (manhaj) dicirikan dengan vitalitas suara, nada , ungkapan langsung dan kiasan.
Masyarakat atau kelompok yang setuju dengan pemerintahan Mesir pada saat itu merupakan orang-orang murtad dan dihalalkan untuk dibunuh. Menurut Qutb ikrar Lailaha ilallah adalah pernyataan revolusi terhadap seluruh kedaulatan yang berkuasa di atas muka bumi Nya. Maka seluruhnya itu mesti dikembalikan kepada hakNya. Qutb juga mengatakan bahwa pandangannya adalah pandangan langsung personal dan intuitif terhadap wahyu. Baginya pemikiran “agama” lebih penting dari pada pemikiran “politik”.
Karena beberapa pemikiran yang cenderung keras dikemukakan Sayyid Qutb sebagai fundamentalis dalam menolak modernisasi dalam Islam, beberapa kalangan mensejajarkannya pemikirannya dengan Marx dan Nietzsche. Pagi hari Senin, 29 Agustus 1966, Sayyid Qutb digantung bersama-sama sahabat seperjuangannya, Muhamad Yusuf Hawwash dan Abdul Fatah Ismail.
Dalam kitabnya yang berjudul “Sayyid Qutb: Khulâshatuhu wa Manhâju Harakâtihi“, Muhammad Taufiq Barakat membagi fase pemikiran Sayyid Qutb menjadi tiga tahap:
1. Tahap pemikiran sebelum mempunyai orientasi Islam;
2. Tahap mempunyai orientasi Islam secara umum;
3. Tahap pemikiran berorientasi Islam militan.
Pada fase ketiga inilah, Sayyid Qutb sudah mulai merasakan adanya keengganan dan rasa muak terhadap westernisasi, kolonialisme dan juga terhadap penguasa Mesir. Masa-masa inilah yang kemudian menjadikan beliau aktif dalam memperjuangnkan Islam dan menolak segala bentuk westernisasi yang kala itu sering digembor-gemborkan oleh para pemikir Islam lainnya yang silau akan kegemilingan budaya-budaya Barat.
Dalam pandangannya, Islam adalah aturan yang komprehansif. Islam adalah ruh kehidupan yang mengatur sekaligus memberikan solusi atas problem sosial-kemasyarakatan. Al-Qur`an dalam tataran umat Islam dianggap sebagai acuan pertama dalam pengambilan hukum maupun mengatur pola hidup masyarakat karena telah dianggap sebagai prinsip utama dalam agama Islam, maka sudah menjadi sebuah keharusan jika al-Qur`an dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada.             Berdasar atas asumsi itulah, Sayyid Qutb mencoba melakukan pendekatan baru dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an agar dapat menjawab segala macam bentuk permasalahan. Adapun pemikiran beliau yang sangat mendasar adalah keharusan kembali kepada Allah dan kepada tatanan kehidupan yang telah digambarkan-Nya dalam al-Quran, jika manusia menginginkan sebuah kebahagiaan, kesejahteraan, keharmonisan dan keadilan dalam mengarungi kehidupan dunia ini.
Meski tidak dipungkiri bahwa al-Qur`an telah diturunkan sejak berabad-abad lamanya di zaman Rasulullah dan menggambarkan tentang kejadian masa itu dan sebelumnya sebagaimana yang terkandung dalam Qashash al-Qur`an, namun ajaran-ajaran yang dikandung dalam al-Qur`an adalah ajaran yang relevan yang dapat diterapkan di segala tempat dan zaman. Maka, tak salah jika kejadian-kejadian masa turunnya al-Qur`an adalah dianggap sebagai cetak biru perjalanan sejarah umat manusia pada fase berikutnya. Dan tidak heran jika penafsiran-penafsiran yang telah diusahakan oleh ulama klasik perlu disesuaikan kembali dalam masa sekarang.                                                                                        
Berangkat dari itu, Sayyid Qutb mencoba membuat terobosan terbaru dalam menafsirkan al-Qur`an yang berangkat dari realita masyarakat dan kemudian meluruskan apa yang dianggap tidak benar yang tejadi dalam realita tersebut.
                                                 Karya : SAYYID QUTB
                                          




3. Pemikiran Politik Sayyid Qutb
Setelah kepulangannya ke Mesir, Sayyid Qutb sering mengkritik pemerintahan Gamal Abdul Naser. Menurutnya, Mesir pada saat itu secara social politik berada pada tingkat kebobrokan, ini diakibatkan oleh undang-undang yang berlaku di mesir sangat bertentangan dengan jiwa kebudayaan manusia dan agama. Selain itu undang-undang yang berlaku tidak sesuai dengan kondisi social dan geografis, karena menurutnya, secara kultur masyarakat mesir sangat berbeda dengan barat yang sekuler, dan lebih dekat dengan tradisi Islam.
Berdasarkan beberapa kritiknya, undang-undang yang menurutnya ternyata berdampak sistemik terhadap pemerintahan dan aplikasinya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, maka menurutnya, mendirikan pemerintahan yang didasarkan atas dasar ideology nasionalisme arab telah gagal, karena meniru barat yang mencoba memisahkan agama dan masyarakat.
Namun sayyid Qutb tidak saja mengkritik pemerintahan mesir yang terkesan sekuler pada saat itu, namun juga memberikan solusi dengan menyodorkan Islam sebagai satu-satunya ideology yang Sholih li kulli zaman wal makan, menurutnya Islam mempunyai jawaban untuk segala problem social dan politik, selain itu islam juga memiliki konsep untuk menciptakan masyarakat yang harmonis.[24]
Maka dari itu, menurut Sayyid Qutb, Islam harus menguasai pemerintahan guna menjamin kesejahteraan yang merata, dan memberikan bimbingan dalam hal-hal kebijaksanaan umum, serta berusaha melaksanakan pandangan-pandangan dan nilai-nilainya.[25] Karena Suatu ideology tidak dapat dilaksanakan dalam kehidupan, kecuali apabila diwujudkan dalam suatu system social khusus dan ditranformasikan menjadi undang-undang yang menguasai kehidupan.[26]
Dalam pandangan Sayyid Qutb, Islam adalah way of life yang komprehansif. Islam adalah ruh kehidupan yang mengatur sekaligus memberikan solusi atas problem sosial-kemasyarakatan. Al-Qur`an dalam tataran umat Islam dianggap sebagai acuan pertama dalam pengambilan hukum maupun mengatur pola hidup masyarakat karena telah dianggap sebagai prinsip utama dalam agama Islam, maka sudah menjadi sebuah keharusan jika al-Qur`an dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada.                                                                    
Berdasar atas asumsi itulah, Sayyid Qutb mencoba melakukan pendekatan baru dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an agar dapat menjawab segala macam bentuk permasalahan. Adapun pemikiran beliau yang sangat mendasar adalah keharusan kembali kepada Allah dan kepada tatanan kehidupan yang telah digambarkan-Nya dalam al-Quran, jika manusia menginginkan sebuah kebahagiaan, kesejahteraan, keharmonisan dan keadilan dalam mengarungi kehidupan dunia ini.                                                                                          
Karena secara tegas Sayyid Qutb menyatakan bahwa menggunakan akal sebagai tolok ukur satu-satunya dalam memahami nash-nash Al-qur’an tentang peristiwa-peristiwa alam, sejarah kemanusiaan, dan hal-hal gaib, berarti menggunakan sesuatu yang terbatas terhadap perbuatan-perbuatan Tuhan, Allah yang maha mutlak lagi tidak terbatas.[27]
Selain itu, Islam merupakan satu-satunya ideology yang konstruktif dan positif, lebih sempurna dari agama Kristen dan komunisme, yang melampaui semua tujuan mereka dalam mencapai keseimbangan dan kesejahteraan masyarakat.[28]
Dalam bukunya Mu’allim fi Al-thariq ia menjelaskan tujuan politik yaitu menciptakan keselarasan antara hukum Tuhan dan hukum alam dan menyingkirkan segala pertikaian, karena Islam menginginkan kepemimpinan yang lurus, kebaikan dan kesejahteraan Ummat.[29]
Sedangkan visi politik dalam pandangan Sayyid Qutb adalah (1) Politik tiada lain adalah menciptakan keserasian Ilahiah dan dunia, dan (2) Berpolitik berarti menangkap secara intuitif pengetahuan tentang kebenaran mutlak.[30]
Dalam bukunya Al-Adalah al-Ijtimaiyyah fi al-Islam (Keadilan Sosial dalam Islam) Qutb tidak menafsirkan Islam sebagai sistem moralitas yang usang. Tetapi, ia adalah kekuatan sosial dan politik konkret di seluruh dunia Muslim. Di sini Qutb melawan Ali Abd al-Raziq dan Taha Hussein yang menyatakan bahwa Islam dan politik itu tidak bersesuaian. Qutb menyatakan tidak adanya alasan untuk memisahkan Islam dengan perwujudan-perwujudan yang berbeda dari masyarakat dan politik.



BAB III
PENUTUP
        A.   Kesimpulan
Berdasarkan uaraian tersebut terlihat jelas bahwa konsep pendidikan yang ditawarkan Ikhwan al-Muslimin sejalan dengan visi dan orientasi perjuangannya, yaitu membebaskan masyarakat dari keterbelakangan, baik dalam kehidupan keagamaan, ekonomi, politik, sosial, ilmu pengetahuan, maupun kebudayaan. Dengan demikian, Ikhwan al-Muslimin menempatkan pendidikan sebagai alat untuk meningkatkan harkat dan martabat ummat Islam khususnya yang berada di Mesir pada saat itu. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, Ikhwan al-Muslimin telah menggunakan semua jenis dan model pendidikan, dari yang bersifat formal sampai kepada yang bersifat non formal untuk mewujudkan visi dan misinya itu.
Demikian pula berbagai metode yang dipandang efektif dan berdaya guna dapat digunakan sebagai cara untuk menerapkan pendidikan. Seluruh kegiatan pendidikannya itu terlihat didasarkan pada ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan praktek kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya. Dalam kaitan ini, maka Ikhwan al-Muslimin dapat digolongkan kepada kelompok sunni dan salafi, karena selalu merujuk kepada kemurnian ajaran Islam.
Sayyid Qutb dilahirkan pada tanggal 9 Oktober 1906 M. di kota Asyut, salah satu daerah di Mesir, pemikiran fundamentalisnya muncul setelah perantauannya ke eropa, di eropa sayyid qutb merasa walaupun eropa sangat maju an modern tetapi secara spiritual mereka sanat miskin, selain itu kekagumannya pada Hasan Al-Banna sebagai tokoh ikhwanul Muslimin turut mempengaruhi pola pikirnya. Sehingga setelah kepulangannya ke Mesir, beliau bergabung dengan ikhwanul muslimin, dan juga sering mengkritik pemerintahan Gamal Abdul Naser yang dinilainya telah bobrok dalamsistem pemerintahannya.
Secara tegas Sayyid Qutb menegaskan bahwa undang-undang yang berlaku di Mesir sangat bertentangan dengan norma masyarakat secara kultur dan juga agama, karena undang-undang yang berlaku di Mesir pada saat itu lebih bercorak westernisasi. Qutb juga berpendapat bahwa ideologi Islam merupakan satu-satunya ideology yang pantas untuk dijadikan landasan dalam sebuah pemerintahan, karena baginya tidak ada istilah pemisahan antara agama dan politik.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar,1999).
Ali Abd. Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000).
Ali Hasan Al’ard, Sejarah dan Metodologi, Tafsir terjemah, Ahmad Akram, (Jakarta; Raja Grafindo, 1994).
Ali Rahnoma (ed), Para Perintis Zaman Baru Islam, Ilyas Hasan (terj), (Bandung; Mizan, 1995).
Elida Prayitno, Rekonstruksi Mata Kuliah Dasar Kependidikan, (Padang: IKIP, 1990).
 Esposito (ed), Dinamika kebangunan Islam, Bakri Siregar (terj), (Jakarta; Jakarta Press, 1997).Gani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980).
Hasan Al-Banna. Majmu 'at Rasa „il al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (Kairo: Dar alDa'wah, 1411 H).

Herry Mohammad, dkk.. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press. 2006).
Imam Al-Ghazali Said. Ideologi Kaum Fundamentalis, Pengamh Politik al-Maududi Terhadap Gerakan Jamaah islamiyyah Trans Pakistan-Mesir, (Surabaya: Diantara, 2003).
M. Atiqu) Haque, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, (Jogjakarta: Diglossia, 2007).
Muhammad Lili Nur Aulia. Cinta di Rumah Hasan al-Banna, (Jakarta: Puslaka Da'watuna, 2007).
Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2007).
Munawwir Syadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, sejarah dan pemikiran, (Jakarta; UI Press, 1990),cet I.
Sayyid Quthub, Tafsir Juz ‘Amma, (Lebanon; Dar al-Falah, 1967), cet V.
Shalaluddin Jursyi, Membumikan Islam Progresif, terj. M. Aunul Abiet Syah, (Jakarta: Paramadina. 2004).
Utsman Abd. Al-Mu‟iz Ruslan, al-Tarbiyah al-Siyasiyyah „Ind al-Ikhwan al-Muslimin, (Kairo: Dar al-Tauz-wa al-Nasyr al-Islamiyyah. 2000).
Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna. terj. Bustami A.
Yusuf Qardhawi, Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin. (Jakarta: Media Da‟wah, 1988).



[1] Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar,1999). h.253.
[2] Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2007), h. 244.
[3] Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar,1999). h.278
[4] Herry Mohammad, dkk.. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press. 2006), h. 202.
[5] Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar,1999). h.288
[6] M. Atiqu) Haque, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, (Jogjakarta: Diglossia, 2007) h. 376.
[7] Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar,1999).h. 289
[8] Imam Al-Ghazali Said. Ideologi Kaum Fundamentalis, Pengamh Politik al-Maududi Terhadap Gerakan Jamaah islamiyyah Trans Pakistan-Mesir, (Surabaya: Diantara, 2003), h. 167.
[9] Herry Mohamrnad, dkk., op. cit., h. 207.
[10] Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar,1999). h.312
[11] Utsman Abd. Al-Mu‟iz Ruslan, al-Tarbiyah al-Siyasiyyah „Ind al-Ikhwan al-Muslimin, (Kairo: Dar al-Tauz-wa al-Nasyr al-Islamiyyah. 2000), h. 39.
[12] Yusuf Qardhawi, Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin. (Jakarta: Media Da‟wah, 1988), h. 9.
[13] Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna. terj. Bustami A.Gani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 27-32.
[14] Ibid h. 44-45
[15] Ibid h. 60-62
[16] Ali Abd. Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 53-54.
[17] Hasan Al-Banna. Majmu 'at Rasa „il al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (Kairo: Dar alDa'wah, 1411 H), h. 59.
[18] Elida Prayitno, Rekonstruksi Mata Kuliah Dasar Kependidikan, (Padang: IKIP, 1990), h. 578.
[19] Shalaluddin Jursyi, Membumikan Islam Progresif, terj. M. Aunul Abiet Syah, (Jakarta: Paramadina. 2004), h. 60.
[20] Hasan Al-Banna. Majmu 'at Rasa „il al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (Kairo: Dar alDa'wah, 1411 H), h.97
[21] Muhammad Lili Nur Aulia. Cinta di Rumah Hasan al-Banna, (Jakarta: Puslaka Da'watuna, 2007), h. 39.
[22] Lesler D. Crow, Educational Psychology, terj. Z. Kasejen, (Surabaya: Bina ilmu, 1987), h. 5
           [23] Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, terj. Bustami A. Ghani. (Jakarta: Bulan Bintang), h. 33.
[24] Esposito (ed), Dinamika kebangunan Islam, Bakri Siregar (terj), (Jakarta; Jakarta Press, 1997), hlm., 103.
[25] Munawwir Syadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, sejarah dan pemikiran, (Jakarta; UI Press, 1990),cet I, hlm., 103.
[26] Ibid., 103
[27] Sayyid Quthub, Tafsir Juz ‘Amma, (Lebanon; Dar al-Falah, 1967), cet V, hlm., 255-256

[28] Munawwir Syadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, sejarah dan pemikiran, (Jakarta; UI Press, 1990),cet I, hlm.,104
[29] Ali Rahnoma (ed), Para Perintis Zaman Baru Islam, Ilyas Hasan (terj), (Bandung; Mizan, 1995), hlm., 167
[30] Ali Hasan Al’ard, Sejarah dan Metodologi, Tafsir terjemah, Ahmad Akram, (Jakarta; Raja Grafindo, 1994), hlm., 41.

Pemikiran Hasan Al-Banna dan Sayyid Qutb dalam pendidikan Islam

BAB I PENDAHULUAN       A.   Latar Belakang Masalah Sejarah telah mencatat para generasi dakwah Islam di era modern akan banyak p...