BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sejarah telah mencatat para generasi
dakwah Islam di era modern akan banyak pahlawan, dan hal tersebut telah
terjadi, dan akan terus terjadi dari mereka yang memiliki sikap dan prinsip
dengan tetap berpegang teguh pada manhaj Islam yang benar dan lurus. Jika boleh
dikatakan bahwa mereka mampu mencapai puncak hingga peringkat sebagai pengemban
dan pembawa manhaj ilahi dari generasi pertama umat Islam, dan tugas dari
gerakan Islam adalah mengenang para pahlawannya dan mengapresiasi para syuhada
di jalannya, sehingga kelak mereka menjadi panutan yang dapat memberikan
pencerahan dan petunjuk bagi generasi dakwah setelahnya, dan setiap orang yang
mengambil jalan ini. Kiranya
tidak berlebihan jika Hasan al Banna –selain dikenal sebagai tokoh pergerakan-
dia juga dikenal sebagai seorang tokoh pendidikan.
Dengan konsep pendidikannya yang
menggunakan metode yang berbeda dengan yang berkembang di Mesir dan beberapa
negara islam pada saat itu, beliau ingin menunjukka bahwa konsep pendidikannya
dapat menjadi alternatif terbaik untuk mengatasi kondisi bangsa Mesir khususnya
dan umat islam pada umumnya. Hasan al-Banna adalah seorang ilmuan dan pemikir
muslim dari mesir yang tidak sedikit kontribusinya dalam bidang pendidikan.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pemikiran Hasan Al Banna tentang komponen komponen dalam pendidikan Islam?
2. Bagaimana corak pemikiran Sayyid Al-Qutb
dalam pendidikan Islam?
C. Tujuan Dan
Kegunaan
1.
Untuk
mengetahui pemikiran Hasan Al Banna tentang komponen komponen dalam pendidikan
Islam
2. Memahami pemahaman
corak pemikiran Sayyid Al-Qutb dalam pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Revivalisme
Revivalisme Islam
adalah upaya untuk menyesuiakan paham keagamaan Islam dengan perkembangan dan
yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan terknologi modern. Dengan
demikian pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau
menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas
keduanya. Sesuai dengan perkembangannya zaman, hal ini dilakukan karena
betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman
lampau itu tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecendrungan,
pengetahuan, situasional, dan sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa
sekarang mungkin masih banyak yang relevan dan masih dapat digunakan, tetapi
mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
B. Corak
Pemikiran Hasan Al Banna
Hasan Al Banna dilahirkan di kota
kecil Mahmudiyah di muara Sungai Nil, sembilan puluh mil di sebelah barat laut
Kairo, pada tahun 1906.[1]
Julukannya adalah Pembaharu Islam Abad ke-20.[2]Ayahandanya,
bernama Syeikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, yang lebih terkenal dengan panggilan
as-Sa'ati, atau si tukang arloji. Syeikh Ahmad sehari-harinya di samping
sebagai tukang reparasi arloji juga merangkap sebagai imam masjid dan guru
agama di masjid setempat.
Hasan Al Banna lahir dari keluarga
yang cukup terhormat dan dibesarkan dalam suasana keluarga yang taat. Sebagai
seorang ayah, Syeikh Ahmad mencita-citakan putranya (Hasan) sebagai mujahid
(pejuang) disamping seoarang mujaddid
(pembaharu). Sejak kecil Hasan Al Banna telah dituntut untuk menghafalkan
Al-Qur‟an penuh. Baru setelah itu ia di masukkan sekolah persiapan yang
dirancang pemerintah Mesir menunit model sekolah dasar, tanpa pelajaran bahasa
asing. Dan ketika di rumah Hasan bergelut dengan perpustakaan pribadi ayahnya,
yang berisi buku agama, hukum, hadis dan ilmu bahasa.[3]
Aktivitas dakwah Hasan al-Banna
bermula ketika dia masih seorang bocah tanggung. Pada usia 12 tahun, ia
bergabung dengan Masyarakat untuk Tingkah Laku Moral. Hal ini menunjukkan bahwa
bocah kelahiran 1906 ini sudah tertarik pada masalah-masalah keagamaan sejak
usia dini.[4]Pada
usia 14 tahun (1920), Hasan Al Banna masuk sekolah guru tingkat pertama di
Damanhur. Dan dalam usia itu pula Hasan Al Banna juga menjadi anggota aktif
golongan sufi Hasafiyah, dan tetap aktif di jamiyah tersebut sampai dua puluh
tahun berikutnya. Sejak di sekolah menengah hasan sudah terpilih sebagai ketua
Jam‟iyatul Ikhwanial-adabiyah, yakni sebuah perkumpulan yang terdiri dari calon
pengarang. Ia juga mendirikan dan sebagai ketua Jam‟iyatul Man‟il Muharramat,
semacam serikat pertobatan serta pendiri dan sekretaris Jam‟iyatul Hasafiyah
Khairiyah, semacam organisasi pembaharuan. Kemudian ia juga menjadi anggota
Makarimul Akhlaqil Mukarramah, yaitu Perhimpunan Etika Islam.
Pada usia enam belas tahun, ia pergi ke Kairo untuk melanjutkan sekolah guru
bahasa Arab, sebuah lembaga pendidikan produk abadpembaharuan yang berdiri pada
abad 19 dan boleh dikatakan sebagai miniatur Al-Azhar.
Pada tahun 1927, saat usia Hasan Al Banna mencapai 21 tahun, ia lulus dari
al-Ulum dan mendapat tugas sebagai guru Sekolah Dasar Ismailiyah markas besar
Perusahaan Terusan Suez yang dikuasai oleh Inggris.
Pada bulan Maret 1928, di kota Ismailiyah, ia mendirikan Gerakan Ikhwanul
Muslimin.[5]
Dia membentuk Ikhwanul Muslimin dengan tujuan memulai gerakan revolusioner
untuk memandu bangsanya yang salah arah. Anggota Ikhwanul Muslimin adalah
orang-orang yang berdedikasi dan beriman sehingga mereka tidak akan menyimpang
dari prinsip-prinsip. Mereka mengunjungi semua rumah dan berusaha meyakinkan
penghuni rumah untuk bergabung dengan mereka dan menghindari gemerlap dunia dan
nilai-nilai Barat.[6]Gerakan
ini dalam perjalanan perjuangannya di Mesir akhirnya mengalami beberapa
hambatan dari pemerintahan Mesir sendiri, setelah kekhawatiran pemerintah atas
keterlibatan Ikhwanul Muslimin dalam agitasi dan kekerasan, tepatnya pada tahun
1948, ketika pecah perang Palestina dan peran Mesir yang mengecewakan.
Puncaknya tanggal 8 Desember 1948,
dengan keluar perintah militer yang berisi pembubaran Ikhwanul Muslimin dan
cabangnya di mana saja, menutup pusat-pusat kegiatannya, menyita koran,
dokumen, majalah dan semua publikasinya serta uang dan kekayaan Ikhwanul
Muslimin. Kebijaksanaan pemerintah tersebut juga dibarengi dengan penangkapan
dan pengahalauan para pejuang dan tokoh-tokoh Ikhwan ke kamp-kamp konsentrasi
dan penjara.
Hasan Al Banna masih mencoba mendekatkan pengertian untuk menjernihkan masalah,
tapi pada tanggal 28 Desenber 1948, perdana menteri an-Nuqrasy terbunuh, dan
tuduhan dialamatkan ke kelompok Ikhwan, dan menjadikan kondisi bertambah parah.
Tujuh minggu setelah kejadian tersebut pada tanggal 12 Februari 1949, Hasan Al
Banna dibunuh oleh agen-agen dinas rahasia Mesir.[7]
Peristiwa itu terjadi pada masa Ibrahim Abdul Hadi yang menggantikan Nuqrasy
sebagai perdana menteri dengan bekerjasama dengan istana dan agen imperialis
Inggris. Setelah tewasnya Hasan Al Banna terjadilah penangkapan dan penyiksaan
serta pembunuhan besar-besaran kepada anggota Ikhwanul Muslimin.[8]
Imam Asy-Syahid mempunyai beberapa murid seperti, Yusuf AlQardhawi, Syaikh
Mutawalli Sya‟rawi, Musthafa As-Siba'i, Abdul Qadir Audah, Umar At-Tilmisani,
Mustafa Masyhur dan lain-lainnya. Ia mewariskan dua karya monumentalnya, yaitu
Mudzakkirat al-Dakwah wa Da‟iyyah (Catatan Harian Dakwah dan Da‟i), dan
Majmu‟ah Rasail (Kumpulan Surat-Surat). Selain itu, Hasan al-Banna mewariskan
semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis dakwah sepanjang zaman.[9]
C.
Karya-Karya
Imam Hasan Al-Banna adalah seorang
pendakwah Islam dan juga tokoh pembaharuan. Hasan Al-Banna himpunkan sekumpulan
orang-orang Islam yang berwibawa serta mempunyai kesanggupan untuk hidup dan
mati dalam memperjuangkan Islam. Beliau ingin menegakkan cara hidup Islam di
Mesir. Lantaran itu, beliau menumpukan lebih banyak masanya di sudut amali
gerakannya, iaitu memberi latihan akhlak dan rohani kepada para anggota Ikhwan.
1. Muzakirat
ad-Da’awah wa-Dai’yiah
nilah hasil karyanya yang terulung. Buku ini terbahagi
kepada dua bahagian. Bahagian pertama menyentuh kehidupan pribadinya dan
bahagian kedua pula ialah mengenai kegiatan Ikhwanul Muslimin.
2. Risaail-Al-Imamu-Syahid.
Buku ini ialah himpunan beberapa
makalah yang disusunnya pada waktu waktu tertentu sepanjang hayatnya.
Buku ini terbahagi kepada
tajuk-tajuk yang berikut:
1. Risalatu
Ta'alim.
Buku kecil ini mengandungi
arahan-arahan yang diberinya kepada mereka yang memasuki gerakan Ikhwanul
Muslimin.
2. Risalah
Jihad
Makalah ini menerangkan kewajiban,
kepentingan dan kelebihan Jihad. Imam Hasan Al-Banna menulis makalah ini ketika
para sukarelawan ‘Ikhwanul Muslimin’ melancarkan Jihad terhadap Yahudi di
Palestin. Manakala ini merupakan panduan untuk para mujahidin Islam.
3. Da’watuna Fi
Taauri Jadid:
Makalah ini bermaksud ‘Dakwah kami
di tahap baru’. Makalah ini ditulis ketika gerakan Ikhwanul Muslimin sedang
pesat berkembang dan ramai para belia sedang menganggotainya.
4. Ar-Risail
Ats-Tsalaasah:
Karya Hasan Al-Banna yang ini pula
terdiri daripada tiga makalah. Tajuk makalah yang pertama ialah ‘Apakah tugas
kita?’. Tajuk makalah yang kedua ialah ‘Ke arah mana kita menyeru manusia?’.
Tajuk makalah yang ketiga pula ialah ‘Risalah Cahaya’.
5. Perbandingan
di antara yang dahulu dan sekarang.
Makalah ini ialah yang pertama
sekali ditulis oleh Imam Hasan Al-Banna. Dalam makalah ini, beliau menerangkan
dasar-dasar Islam dan ciri ciri pembaharuan ummah.
6. Risalatul
Mu’tamarul Khamis.
Makalah ini merupakan syarahan Hasan
Al-Banna di dalam Muktamar Kelima Ikhwanul Muslimin. Dalam syarahannya ini
beliau menilai kembali pencapaian Ikhwanul Muslimin sepanjang sepuluh tahun
yang lepas.
7. Ikhwanul
Muslimin di bawah panji-panji Al-Quran.
Dalam syarahan ini, matlamat dan
tujuan Ikhwan telah dijelaskan. Beliau juga membincangkan tugas serta kewajipan
para belia. Makalah ini juga mengemukakan saranan supaya dilakukan
pemberontakan terhadap kuasa-kuasa penjajah yang sedang menghancurkan
masyarakat Mesir.
8. Persoalan-persoalan
negara dari segi kaca mata Islam.
Imam Hasan Al-Banna menulis makalah
ini selepas tertubuhnya negara Pakistan. Beliau membincangkan masalah masalah
politik negara Mesir dan negara-negara Islam yang lain. Turut dibincangkan
ialah negara baru Pakistan yang sedang diancam oteh India dengan bantuan pihak
Kornunis.
Dalam bahagian pertama, beliau
membincangkan segala keburukan yang ada corak kerajaan waktu itu dan kemudian
beliau memberi penyelesaian kepada masalah tersebut menurut dasar dasar Islam.
Dalam bahagian kedua, dasar ekonomi
diperbincangkan. Seterusnya, beliau menghuraikan sistem ekonomi Islam dan
penyelesaian kepada masalah ekonomi Barat.
9. Syarahan
syarahan Imam Hasan AI Banna.
Buku ini mengandungi syarahan
syarahan dan kuliah-kuliah Hasan Al-Banna. Ia merupakan satu khazanah ilmu.
10. Maqalat Hasan Al-Banna.
Buku ini ialah himpunan nasihat
nasihat dan arahan arahan Imam Hasan AlBanna kepada sahabat-sahabat dan para
anggota Ikhwanul Muslimin.
11. Al-Ma’thurat.
Buku ini ialah himpunan do’a-do’a
dan zikir yang disusun oleh Imam Hasan Al-Banna sendiri. la dibaca
beramai-ramai oleh para anggota Ikhwan sebelum solat Maghrib. Ia merupakan
pembaharuan ikrar mereka kepada Allah dalam.menjalankan dakwah Islamiah.
1. Tujuan
Pada hakekatnya tujuan pendidikan
Madrasah Hasan Al Banna merupakan suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang
terbentuk dalam pribadi manusia yang dikehendaki, yang mempengaruhi dan
menggejala dalam prilaku, berorientasi untuk merealisasikan identitas Islami,
yaitu , membentuk kepribadian muslim.[10]
Hasan Al Banna sering mengatakan bahwa
pendidikan (tarbiyah) adalah upaya ikhtiari manusia untuk merubah kondusi ke
arah yang lebih baik. Beliau berkata :
“Pendidikan (tarbiyah) harus menjadi pilar
kebangkitan. Pertamatama, umat Islam harus terdidik, dengan itu akan mengerti
hak-haknya yang harus diterimanya secara utuh, dan mempelajari berbagai sarana
agar dapat memperoleh hak-hak tersebut”[11]
Mencermati kutipan di atas, setidaknya ada tiga hal yang sangat mendasar dan
perlu digarisbawahi yang berkaitan dengan pendidikan umat Islam :
a. Umat Islam
tidak boleh menjadi umat yang bodoh, ia harus punya pendidikan.
b. Umat Islam
harus mengetahui dan menjalankan kewajibankewajibannya, dengan itu ia akan
mengetahui akan hak-hak yang harus menjadi miliknya.
c. Umat Islam
tidak hanya dituntut punya pengetahuan teoritis, tapi juga keterampilan (skill)
sebagai saran memperoleh hal-hal yang berkenaan dengan haknya.
2. Materi
a. Ketuhanan.
Aspek ketuhanan atau keimanan
merupakan segi terpenting dalam pendidikan Islam.[12]
Yang demikian itu karena tujuan pertama dari pendidikan Islam adalah membentuk
manusia yang beriman kepada Allah.
Di antara nilai-nilai pokok yang
dilaksanakan oleh pendidikan Ketuhanan Ikhwanul Muslimin adalah ibadah kepada
Allah Swt. Itulah tujuan pertama dari penciptaan manusia.
Di antara unsur-unsur pokok yang ditekankan dalam
ibadah adalah :
1) Tetap
mengikuti Sunnah dan menjauhi bid'ah, sebab setiap bid’ah adalah sesat.
2) Mengutamakan
ibadah-ibadah fardhu, sebab Allah tidak menerima ibadah sunnah sebelum
ditunaikan yang fardhu.
3) Menggemarkan
shalat berjamaah, meskipun mazhab-mazhab berbeda pendapat mengenai hukumnya,
ada yang mengatakan fardhu ain, ada yang mengatakan fardhu kifayah dan ada yang
mengatakan sunnah muakkad.
4) Menggemarkan
amalan sunnah
5) Menggemarkan
berzikir kepada Allah.
Berpikir dalam Islam adalah ibadah,
mencari bukti adalah wajib dan menuntut ilmu adalah fardu, sebagaimana
kejumudan itu adakah keji dan taklid adalah kejahatan. Berpikir dalam Islam
adalah ibadah, mencari bukti adalah wajib dan menuntut ilmu adalah fardu,
sebagaimana kejumudan itu adakah keji dan taklid adalah kejahatan. Islam
menuntut dari seorang muslim supaya mempunyai bukti-bukti tentang Tuhannya dan
dakwahnya hendaklah berlandaskan akal. Iman seorang mukallid tidaklah diterima
dan Islam tidak membenarkan penganutnya menjadi pengekor, berpikir dengan
kepala orang lain, lalu ia mengikuti saja tanpa pemikiran dan pengertian.
Bahkan ia harus berpikir, sendiri merenungkan dan memahami. Al-Qur‟an
menempatkan ilmu lebih dahulu dari iman dan ta‟at, kedua-duanya adalah hasil
dari ilmu atau cabang daripadanya.
Demikian pendidikan Ikhwanul Muslimin yang
menempatkan pember.tukan akal atau ilmu pada tempat terdepan dalam sistemnya
yang bersifat menyeluruh. Kekeliruan kaum muslimin memahami Islam adalah akibat
dua perkara penting yaitu:
a. Endapan-endapan masa kemunduran dan apa yang masuk ke
dalam Islam pada masa itu berupa percampur-adukan, bid'ah, dan pengertian yang
salah disebabkan penyelewengan dari mereka yang ekstrim, usaha dari mereka yang
sengaja membuat kebatilan dan penafsiran orang-orang bodoh. Dalam suasana
seperti ini taklid dan fanatik mazhab berkembang dengan subur.
b. Pengaruh-pengaruh pertarungan pemikiran atau
penjajahan kebudayaan yang menimpa negeri-negeri Islam pada masa penjajahan asing,
yang memasukkan pengertian-pengertian baru dan pemikiran-pemikiran asing dalam
kehidupan kaum muslimin. Semua ini
dimajukan dan diperkuat melalui lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran dan
badanbadan ilmiah dan pengarahan.[13]
Al-Qur'an dan tafsir adalah sumber
yang pertama bagi Ikhwanul Muslimin, dengan ketentuan tafsir ulama salaf yang
didahulukan atas tafsir-tafsir lainnya. Sebab itu mereka bertumpu pada Tafsir
Ibnu Katsir dan menjadikannya sebagai sumber utama.
As-Sunnah sebagai sumber kedua, dengan
ketentuan mengenai keautentikannya dan syarahnya (penjelasannya) mereka harus
berpegang pada imam-imam Hadits yang terpercaya.
Pada akhir hayatnya, Imam Hasan Al
Banna menyadari bahwa jama‟ahnya perlu memperdalam aspek pemikiran dan ilmiah
pada anggota-anggotanya dari satu segi dan menjelaskan aspek-aspek Islam dan
tujuannya kepada selain anggota dari segi lain. Lalu beliau menerbitkan majalah
bulanan Asy-Syihab untuk mengisi kekosongan ini dan merealisasikan tujuan
tersebut. Majalah ini menggantikan majalah Al-Manar yang telah terhenti
penerbitannya seelah pemimpinnya Sayid Rasyid wafat. Kebanyakan isinya ditulis
oleh Hasan Al Banna sendiri.[14]
b. Aspek Akhlak
Di antara
aspek pendidikan yang terpenting menurut Ikhwanul Muslimin ialah aspek kejiwaan
atau akhlak. Mereka sangat mementingkan dan mengutamakannya serta menganggapnya
sebagai tonggak pertama untuk perubahan masyarakat. Imam Hasan Al Banna
menamakannya “Tongkat Komando Perubahan”, seperti tongkat yang mengalihkan
perjalanan kereta api dari satu jalur ke jalur lainnya.
Islam memandang akhlak utama sebagian daripada
iman atau sebagian dari buahnya yang matang. Sebagaimana iman, begitu pula
Islam tergambar pada keselamatan akidah dan keikhlasan beribadah, tergambar
pula pada kemantapan akhlak.
Akhlak mencakup hal yang lebih luas dan lebih dalam dari aspek-aspek kehidupan
termasuk pengendalian diri, benar dalam perkataan, baik dalam perbuatan, amanah
dalam mu'amalah, berani dalam mengeluarkan pendapat, adil dalam memutuskan,
tegas dalam kebenaran. bulat tekad untuk kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf,
melarang dari yang mungkar, antusias tehadap kebersihan, menghormati peraturan
dan tolong menolong atas kebaikan dan takwa.
Diantara hal yang paling penting yang ditanamkan
oleh Ikhwanul Muslimin ke dalam jiwa pengikutnya yaitu: Sabar, Tabah, Cita-cita, Pengorbanan.
c. Aspek
Jasmani
Ikhwanul
Muslimin tidak mengabaikan aspek jasmani dalam pendidikan anggota-anggotanya.
Sebab tubuh adalah sarana manusia untuk mencapai maksudnya serta melaksanakan
kewajiban-kewajiban agama dan dunia.
Tujuan dari
pendidikan ini adalah:
a)
Kesehatan badan dan terhindarnya dari penyakit.
b)
Kekuatan jasmani dan ketrampilannya.
c)
Keuletan dan ketahanan tubuh.
Karena itu
Ikhwanul Muslimin mendirikan klub-klub olahraga, team-team kepanduan,
menyiapkan gerak jalan dan perkemahan yang bersifat rutin dan periodik sebagai
latihan yang intensif untuk hidup dalam kekurangan, tahan dan sabar di padang
pasir, didaerah pegunungan di bawah terik matahari dan udara yang sangat dingin
atau menghadapi hujan atau kurangnya air dan makanan.[15]
c. Aspek Jihad
Aspek pendidikan Ikhwanul
Muslimin yang paling menonjol adalah pendidikan jihad. Imam Hasan Al Banna
menganggap jihad sebagai salah satu rukun bai'at yang sepuluh dan salah satu
semboyan yang diteriakkan oleh jama'ah adalah kalimat “Jihad itu adalah jalan kami dan mati pada jalan Allah
adalah cita kami yang tertinggi.”
d. Aspek Politik
Pendidikan politik madrasah Hasan Al Banna didasarkan
atas sejumlah prinsip, yaitu:
a) Memperkuat kesadaran dan perasaan
wajib membebaskan negeri Islam dengan segala cara yang sah.
b) Mernbangkitkan
kesadaran dan perasaan atas wajibnya mendirikan “pemerintahan Islam”,
c) Mernbangkitkan
kesadaran dan perasaan akan wajib terwujudnya persatuan Islam. Persatuan adalah
kewajiban agama dan keharusan hidup.
3. Metode
Menurut Hasan Al Banna, metode
pendidikan harus seirama dengan konsep dan martabat manusia sebagai khalifah
Allah. Artinya, metode dan pendekatan dalam pendidikan haruslah mencontoh
prinsip prinsip Qur’ani, yaitu :
a.
Bersifat
komprehensif, yaitu satu sama lain saling mengisi.
b.
Mampu
mendidik manusia untuk layak berintegrasi bagi kehidupan dunia akhirat.
c. Mengakui
adanya kekuatan dalam diri manusia, ruh, akal, jasmani, dan bekerja demi
memenuhi kebutuhannya.
d.
Siap untuk
diterapkan, artinya tidak terlalu idealis dan mungkin diikuti dan diterapkan
oleh manusia.
e.
Metode
praktik, bukan sekedar teoritis.
f. Bersifat
kontinue, sesuai bagi seluruh manusia dan berlangsung sampai manusia menemui
Rabbnya.
g. Menguasai
seluruh perkembangan dalam hidup manusia, mencapai batasan yang mampu diakses
oleh manusia dengan kekuatan yang dimilikinya.[16]
4. Pendidik dan Peserta Didik
Tentang hubungan pendidik dengan
peserta didik menurut pemikiran Hasan Al Banna dapat terbaca dari
cuplikan-cuplikan pidato dan surat-surat yang ia kirimkan kepada
anggota-anggota dan simpatisan al-Ikhwan al-Muslimin yang selalu memakai tema
al-ikhwan.[17] Kata
“nahnu dengan arti “kita”, dan memakai kata kerja berawalan “nun” (fill
mudhari), seperti” na‟taqidu ( نعتق ) dengan arti kita meyakini, nunadihim
dengan arti kita ajak mereka, dan lain-lain.
Hubungan yang dekat antara Hasan Al Banna dengan jamaahnya merupakan refleksi
dari pemikirannya tentang perlunya membangun hubungan yang erat antara murabby
dengan murabba. Hubungan antara murabby (Tuhan) dengan murabba (alam semesta)
merupakan manifestasi dari pemahamannya terhadap potongan ayat “al-hamd li
Allah Rabb al- Ilamin”. Suatu hubungan yang melambangkan kasih tanpa pilih
terhadap anak-anak didik yang notabenenya mereka berasal dari berbagai strata
kehidupan dan kemampuan yang variatif.
Kehangatan hubungan antara seorang pendidik dengan anak didik merupakan suatu
hal yang krusial yang mestinya diwujudkan dalam pendidikan, sebab hal itu
menurut sebuah penelitian akan memberikan pengaruh positif terhadap usaha
belajar siswa/anak didik.[18]
Jika dianalisis secara seksama pemikiran Hasan Al Banna yang tertuang dalam
karyanya yang cukup monumental itu, melahirkan kesan bahwa beliau itu boleh
dikatakan tidaklah seorang teoritisi yang hanya bergelut dengan pemikifan tanpa
aplikasi di dunia nyata. la sebenarnya lebih dekat dikatakan sebagai seorang
praktisi lapangan. Implementator dari setiap gagasan yang ia petik dan ia
pahami dari isyarat-isyarat Qur’ani.
Pandangan semacam ini identik dengan pendapat Shalaluddin Jursyi, menurutnya,
Hasan Al Banna itu lebih menonjol kemampuan memimpinnya dan mendidik umat
dengan berbagai kecakapan yang dimilikinya dan ia selalu berperan sebagai orang
tua dalam hubungannya dengan para pengikutnya.[19]
Suatu hal yang rasanya perlu dicatat terutama bagi pengelola pendidikan
terutama bagi orang-orang yang berkiprah di dunia pendidikan. Menurut beliau,
hendaklah ditangani oleh orang yang punya kekuatan jiwa, tekad yang kuat dan
semangat yang tegar. Memiliki kesetiaan yang utuh, bersih dari sikap lemah dan
jauh dari sifat munafik. Punya sifat rela berkorban, tidak mudah diperdayakan
oleh hal-hal material, dan jauh dari sifat serakah.[20]
Seluruhnya merupakan kompetensi kpribadian yang
hams dimiliki setiap individu yang bergerak dalam dunia pendidikan.
Hal yang perlu diteladani dari pemikiran Hasan Al Banna terutama dalam hal
hubungan pendidik dengan peserta didik yang merupakan gambaran kompetensi
kepribadian adalah, mendidik dengan hati dan selalu mendoakan anak didik.
Dalam hal kelemah lembutan, Saiful Islam anak kedua dari Hasan Al Banna-Sekjen
Aliansi Advokat dan anggota Parlemen Mesir menuturkan: “Ayah mengajari kami
dengan penuhb cinta kasih, ketulusan, kelembutan dan penuh rasa harap.”[21]
5. Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi
sebagai salah satu komponen pendidikan sasarannya adalah proses belajar
mengajar. Namun bukan berarti evaluasi itu hanya tertuju kepada hasil belajar
murid, ia juga bisa meramalkan tentang keuntungan yang diperoleh melalui penyelenggaraan
yang tepat dalam merumuskan tehnik-tehnik.[22]
Dalam pelaksanaan evaluasi, ada beberapa hal
yang muncul dari pemikiran Hasan Al Banna di antaranya yang paling penting
sekali adalah kejujuran. Untuk membentuk sifat jujur di dalm diri peserta
didik, ia menerapkan sebuah model evaluasi “al-muhasabah” sebagai sebuah metode
untuk membentuk sikap percaya diri sendiri, yaitu membuat pertanyaan-pertanyaari'yang ditujukan oleh seseorang kepada dirinya sendiri
dan ia sendiri yang harus menjawabnya dengan “ya” atau “tidak”. Introspeksi
hanya dilakukan sendiri tidak memerlukan pengawasan orang lain. Tujuannya
adalah menanamkan kepercayaan pada diri sendiri.[23]
Untuk membentuk jiwa yang jauh dari kecurangan,
Hasan Al Banna menanamkan keyakinan kepada mereka bahwa Allah selalu menyertai
mereka. Sedangkan dari aspek tujuan evaluasi adalah untuk menjadi sarana
kenaikan manzilah (kedudukan).
E. Relevansi pemikiran pendidikan
islam tokoh Hasan Al Bannan dengan pendidikan masa kini
Tujuan pendidikan
menurut Hasan Al-Banna yang menekankan pada keseimbangan antara jasmani, akal,
dan hati sangatlah sesuai dengan tujuan pendidikan pada masa sekarang. Hal
tersebut bisa dilihat dari pendidikan sekarang yang menekankan keseimbangan
antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Tiga strategi yang diterapkan Hasan
Al-Banna untuk mereformasi kurikulum pendidikan seperti
a. melakukan
seleksi terhadap materi-materi pelajaran,
b. menyeleksi
dan menyiapkan para guru,
c. menyeleksi
buku-buku ajar masih diterapkan sebelum pembelajaran dimulai di era sekarang
ini, hal tersebut dapat dilihat dari persiapan seorang pendidik yang membuat
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) sebelum memulai proses belajar mengajar.
Metode
pendidikan yang digunakan Hasan Al-Banna merupakan metode pembelajaran modern
yang pada masa sekarang masih relevan, mengingat sebagian besar dari metode
tersebut masih digunakan pada proses pembelajaran sekolah-sekolah, terutama
sekolah ideal.
Pemikiran
Hasan al-Banna dapat dikategorikan kedalam pemikiran rasional religius, yakni
mengedepankan akal dengan tetap berpegang teguh pada sumber ajaran agama yaitu
al-Qur’an dan Sunnah. Pemikiran Hasan al-Banna dalam hal pendidikan dapat
dikategorikan ke dalam aliran rekontruksionisme yaitu suatu aliran yang
berusaha mengatasi krisis kehidupan modern dengan membangun tata susunan hidup
yang baru melalu lembaga dan proses pendidikan. Adapun teori dan ide pokok
kependidikan yang ditawarkannya sangat ideal dan relevan untuk saat ini, hal
ini terlihat adanya aspek-aspek yang diterapkannya melalui pendidikan madrasah,
disana terdapat keseimbangan antara pengetahuan umum dan pendidikan
agama.
Sayyid
Qutb adalah seorang mujahid dakwah dan pembaharu Islam serta pemikir besar
kontemporer terkemuka yang dilahirkan pada 9 Oktober 1906 di Meusyah, salah
satu provinsi Asyuth, di dataran tinggi Mesir. Nama lengkapnya adalah Sayyid
Qutb Ibrahim Husain. Ia berasal dari keluarga petani terhormat yang relatif
berada dan ayahnya yang bernama al-Haj Quthb bin Ibrahim adalah anggota Partai
Nasionalis di desanya.Qutb muda adalah seorang yang sangat pandai.
Pada usianya yang relative muda ia berhasil
menghafal al-qur’an dengan baik. Pendidikan dasarnya ia peroleh dari sekolah
pemerintah selain dari apa yang dia dapatkan dari sekolah Kuttab (TPA).
Berbekal pada persediaan dan harta yang sangat terbatas Qutbh dikirim ke
Halwan, sebuah daerah pinggiran ibu kota Mesir, Kairo. Semangat dan kemampuan
belajar yang tinggi ia tunjukkan pada kedua orang tuanya. Sebagai buktinya ia
berhasil masuk pada perguruan tinggi Tajmiyan Dar al-Ulum, yang sekarang telah
berubah menjadi Universitas Kairo. Pada tahun 1933 Qutb dapat menyelesaikan
pendidikannya dengan mendapatkan gelar sarjana pendidikan, dengan gelar Lisance
dibidang sastra.
Tak
lama setelah itu ia diterima bekerja sebagai pengawas pendidikan di Departemen
Pendidikan Mesir. Selama bekerja, Qutb menunjukkan kualitas dan hasil yang luar
biasa, sehingga ia dikirim ke Amerika untuk menuntut ilmu lebih tinggi dari
sebelumnya. Seperti keranjingan ilmu, tak puas dengan yang ditemuinya ia
berkelana ke berbagai negara di Eropa. Itali, Inggris dan Swiss dan
berbagai negara lain dikunjunginya. Tapi itupun tak menyiram dahaganya. Studi
di banyak tempat yang dilakukannya memberi satu kesimpulan pada Sayyid Qutb.
Hukum dan ilmu Allah saja muaranya. Selama ia mengembara, banyak problem yang
ditemuinya di beberapa negara. Secara garis besar Sayyid Qutb menarik
kesimpulan, bahwa problem yang ada ditimbulkan oleh dunia yang semakin
matrealistis dan jauh dari nilai-nilai agama.Kemudian Ia kembali ke Mesir dan
bergabung dengan kelompok pergerakan Ihkawanul Muslimin. Di sanalah Sayyid Qutb
benar-benar mengaktualisasikan dirinya.Dengan kapasitas dan ilmunya, tak lama namanya
meroket dalam pergerakan itu. Tapi pada tahun 1951, pemerintahan Mesir
mengeluarkan larangan dan pembubaran ikhwanul muslimin.Saat itu Sayyid
Qutb menjabat sebagai anggota panitia pelaksana program dan ketua lembaga
dakwah. Selain dikenal sebagai tokoh pergerakan , Qutb juga dikenal sebagai
seorang penulis dan kritikus sastra. Banyak karyanya yang telah dibukukan. Ia
menulis tentang banyak hal, mulai dari sastra, politik sampai keagamaan.
Pada tahun 1954, Sayyid menjabat sebagai pemimpin redaksi harian Ikhwanul Muslimin. Tapi harian tersebut tak berumur lama, hanya dua bulan saja karena dilarang beredar oleh pemerintah. Tak lain dan tak bukan sebabnya adalah sikap keras, pemimpin redaksi, Sayyid Qutb yang mengkritik keras Presiden Mesir kala itu, Kolonel Gamal Abdel Naseer. Setelah melalui proses yang panjang dan rekayasa, akhirnya pada tahun 1955, Sayyid Qutb ditahan dan dipenjara dengan alasan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Tiga bulan kemudian, hukuman yang lebih berat diterimanya, yakni harus bekerja paksa di kamp-kamp penampungan selama15 tahun lamanya. Berpindah-pindah penjara, begitulah yang diterima Sayyid Qutb dari pemerintahnya kala itu.Hal itu terus di alaminya sampai pertengahan 1964. Setahun kemudian, pemerintah kembali menahannya tanpa alasan yang jelas. Kali ini justru lebih pedih lagi, Sayyid Qutb tak hanya sendiri. Tiga saudaranya dipaksa ikut serta dalam penahanan ini. Muhammad Qutb, Hamidah dan Aminah, serta 20.000 rakyat Mesir lainnya. Hukuman yang diterima kali ini pun lebih berat dari semua hukuman yang pernah diterima Sayyid Qutb sebelumnya. Ia dan dua kawan seperjuangannya dijatuhi hukuman mati. Tepat pada tanggal 29 Agustus 1969, ia syahid di depan algojo-algojo pembunuhnya. Sebelum ia menghadapi ekskusinya dengan gagah berani, Sayyid Qutb sempat menuliskan coratan-coretan sederhana, tentang pertanyaan dan pembelaannya. Kini coratan-coretan itu telah menjadi buku yang berjudul, “Mengapa Saya Dihukum Mati”. Sebuah pertanyaan yang tak pernah bisa dijawab oleh pemerintahan Mesir kala itu.
Pada tahun 1954, Sayyid menjabat sebagai pemimpin redaksi harian Ikhwanul Muslimin. Tapi harian tersebut tak berumur lama, hanya dua bulan saja karena dilarang beredar oleh pemerintah. Tak lain dan tak bukan sebabnya adalah sikap keras, pemimpin redaksi, Sayyid Qutb yang mengkritik keras Presiden Mesir kala itu, Kolonel Gamal Abdel Naseer. Setelah melalui proses yang panjang dan rekayasa, akhirnya pada tahun 1955, Sayyid Qutb ditahan dan dipenjara dengan alasan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Tiga bulan kemudian, hukuman yang lebih berat diterimanya, yakni harus bekerja paksa di kamp-kamp penampungan selama15 tahun lamanya. Berpindah-pindah penjara, begitulah yang diterima Sayyid Qutb dari pemerintahnya kala itu.Hal itu terus di alaminya sampai pertengahan 1964. Setahun kemudian, pemerintah kembali menahannya tanpa alasan yang jelas. Kali ini justru lebih pedih lagi, Sayyid Qutb tak hanya sendiri. Tiga saudaranya dipaksa ikut serta dalam penahanan ini. Muhammad Qutb, Hamidah dan Aminah, serta 20.000 rakyat Mesir lainnya. Hukuman yang diterima kali ini pun lebih berat dari semua hukuman yang pernah diterima Sayyid Qutb sebelumnya. Ia dan dua kawan seperjuangannya dijatuhi hukuman mati. Tepat pada tanggal 29 Agustus 1969, ia syahid di depan algojo-algojo pembunuhnya. Sebelum ia menghadapi ekskusinya dengan gagah berani, Sayyid Qutb sempat menuliskan coratan-coretan sederhana, tentang pertanyaan dan pembelaannya. Kini coratan-coretan itu telah menjadi buku yang berjudul, “Mengapa Saya Dihukum Mati”. Sebuah pertanyaan yang tak pernah bisa dijawab oleh pemerintahan Mesir kala itu.
1. Corak dari pemikiran sayyid qutb
antara lain terdiri dari :
a.
Memerangi bentuk-bentuk kerusakan dan penyimpangan kehidupan mesir.
b. Menjadikan islam sebagai solusi.
c. Gerakan dakwah yang diutamakan.
d. Pemikiran bersih dan terfokus pada tema tauhid yang murni
Buku-buku hasil torehan tangan sayyid qutb adalah sebagai berikut:
· Muhimmatus sya’ir fil hayah wa syi’r al jail al-hadhir
· As-syathi’ al-majhul, kumpulan sajak quthb satu-satunya
· Naqd kitab “mustaqbal ats-tsaqafah di mishr” li ad-duktur thaha Husain
· At-tashwir al-fanni fil-quran, buku islam quthb yang pertama
· Al-athyaf al-arba’ah, ditulis bersama-sama dengan saudara-saudaranya: aminah, Muhammad, dan hamidah
· Thifl min al-qaryah, berisi tentang gambaran desanya serta catatan masa kecilnya di desa
· Al-madinah al-manshurah, sebuah kisah khayalan semisal kisah seribu satu malamKutub wa syakhshiyat, sebuah studi quthb terhadap karya-karya pengarang lainAsywak
· Raudhatut thifl, ditulis bersama aminah as-sa’id dan yusuf murad
· Al-qashash ad-diniy, ditulis bersama abdul hamid jaudah as-sahhar.
· Fi zhilalil qur’an
· Dirasat islamiyah, kumpulan berbagai macam artikel yang dihimpun oleh muhibbudin al-khatib
· Al-mustaqbal li hadza ad-din.
· Al-islam wa musykilat al-hadharah.
· Ma’alim fith-thariq.
· dll
Sedangkan studinya yang bersifat keislaman harakah yang matang, yang menyebabkan ia dieksekusi (dihukum penjara) adalah sebagai berikut.
- Ma’alim fith-thariq.
- Fi zhilalil as-sirah.
- Muqawwimat at-tashawwur al-islami
- Fi maukib al-iman
- Nahwu mujtama’ islami.
- Hadza al-qur’an
- Awwaliyat li hadza ad-din
- Tashwibat fi al-fikri al-islami al-mu’ashir
b. Menjadikan islam sebagai solusi.
c. Gerakan dakwah yang diutamakan.
d. Pemikiran bersih dan terfokus pada tema tauhid yang murni
Buku-buku hasil torehan tangan sayyid qutb adalah sebagai berikut:
· Muhimmatus sya’ir fil hayah wa syi’r al jail al-hadhir
· As-syathi’ al-majhul, kumpulan sajak quthb satu-satunya
· Naqd kitab “mustaqbal ats-tsaqafah di mishr” li ad-duktur thaha Husain
· At-tashwir al-fanni fil-quran, buku islam quthb yang pertama
· Al-athyaf al-arba’ah, ditulis bersama-sama dengan saudara-saudaranya: aminah, Muhammad, dan hamidah
· Thifl min al-qaryah, berisi tentang gambaran desanya serta catatan masa kecilnya di desa
· Al-madinah al-manshurah, sebuah kisah khayalan semisal kisah seribu satu malamKutub wa syakhshiyat, sebuah studi quthb terhadap karya-karya pengarang lainAsywak
· Raudhatut thifl, ditulis bersama aminah as-sa’id dan yusuf murad
· Al-qashash ad-diniy, ditulis bersama abdul hamid jaudah as-sahhar.
· Fi zhilalil qur’an
· Dirasat islamiyah, kumpulan berbagai macam artikel yang dihimpun oleh muhibbudin al-khatib
· Al-mustaqbal li hadza ad-din.
· Al-islam wa musykilat al-hadharah.
· Ma’alim fith-thariq.
· dll
Sedangkan studinya yang bersifat keislaman harakah yang matang, yang menyebabkan ia dieksekusi (dihukum penjara) adalah sebagai berikut.
- Ma’alim fith-thariq.
- Fi zhilalil as-sirah.
- Muqawwimat at-tashawwur al-islami
- Fi maukib al-iman
- Nahwu mujtama’ islami.
- Hadza al-qur’an
- Awwaliyat li hadza ad-din
- Tashwibat fi al-fikri al-islami al-mu’ashir
Salah
satu pemikir fundamentalis Islam yang terkenal adalah Sayyid Qutb, beliau lahir
di Asyut, Mesir pada tahun 1906. Sayyid Qutb adalah salah satu pemikir Islam
yang banyak diilhami oleh Al-Maududi, beliau adalah seorang penyair dan guru.
Sayyid Qutb adalah salah satu anggota dari Ikhwanul Muslimin dan beliau
bergabung pada tahun 1951 serta menjabat sebagai penasihat kebudayaan serta
menjadi editor koran Ikhwanul Muslimin. Adapun beberapa pemikiran yang telah
beliau sumbangkan selama masa hidupnya, dari awal beliau meniti karir sampai
masuk menjadi anggota Ikhwanul Muslimin hingga dipenjara dan meninggal di tiang
gantung yaitu sebagai berikut :
2. Pemikiran serta karya Sayyid
Qutb selama masa hidupnya
Selama
masa mudanya Sayyid Qutb telah menuangkan pemikirannya tentang
pandangan-pandangannya terhadap Islam. Selama masa dimana beliau belum
bergabung dengan gerakan Ikhwanul Muslimin kebanyakan karya-karyanya tidak jauh
dari hal-hal yang sarat akan seni dan keindahan serta penafsiran-penafsiran
dalam bahasa syair, karena beliau adalah seorang penyair dan guru.
Latar
belakang pendidikan yang ia peroleh dalam bidang pendidikan serta pemikiran
kritisnya yang terilhami para tokoh-tokoh islam seperti Al-Maududi dan juga
Hassan Al-Banna yang dengan terang-terangan mengkritik pemerintahan yang
berkuasa pada saat itu. Pemikiran Sayyid Qutb berjalan sesuai fase kematangan
berfikir tentang keadaan masyarakat Islam terutama Masyarakat Mesir yang
dipimpin oleh Gamal Abdul Nasser. Ia pada mulanya hanya mengulas tentang
isi-isi Al-Qur’an beserta segala seni dan keindahan yang ada didalamnya namun
lama kelamaan beliau pun ikut masuk dalam kelompok pergerakan kemerdekaan yang
memperjuangkan kemurnian Islam dan menolak modernisasi kebarat-baratan.
Di
umur 33 tahun Sayyid Qutb membuat buku “At-Taswir Fanni Fil Qur’an” pada tahun
1939. Tulisan ini mengupas indahnya seni yang terdapat di dalam ayat-ayat
al-Qur’an. . Pada tahun 1945 ia menulis sebuah kitab bertajuk “Masyahidul
Qiamah Fil Qur’an” yang isinya menggambarkan peristiwa hari kiamat dalam
Al-Qur`an. Dan pada tahun 1948, Sayyid Qutb menghasilkan sebuah buku berjudul
“Al-Adalah Al-Ijtima’iyyah Fil Islam” atau Keadilan Sosial dalam Islam. Dalam
kitab ini, ia tegas menyatakan bahwa keadilan masyarakat sejati hanya akan
tercapai bila masyarakat menerapkan sistem Islam dan mengikuti kaidah-kaidah
yang telah diajarkan. Di sekitar tahun 1948-1950
Sayyid Qutb mendapat kesempatan untuk pergi menimbah ilmu di Amerika Serikat.
Selama di AS beliau banyak menemukan hal-hal yang membuatnya kaget karena
melihat maraknya rasisme dan kebebasan seksual yang terjadi di dalam masyarakat
AS. Melalui karyanya The America That I Saw beliau mengungkapkan
bahwa kemajuan Amerika semata-mata sebagai kemajuan produksi, organisasi,
nalar, dan kerja. Tidak memperlihat suatu kemajuankepemimpinan sosial dan
kemanusiaan tidak pula dalam prilaku dan emosi.
Fase
terakhir perjalanan Sayyid Qutb berawal pada tahun 1951, saat ia mulai bergabung
dengan Jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimun ( Ikhwanul Muslimin), sampai tahun
wafatnya di tiang gantungan tahun 1966. Ikhwanul Muslimin adalah suatu gerakan
yang dianggap radikal di Mesir pada saat itu dikarenakan pemikiran-pemikiran
parah tokoh didalamnya yang menolak pemerintahan yang dianggap tidak Islami dan
para pemimpinnya yang murtad karena tidak mengikuti kaidah-kaidah dalam Islam
serta cenderung bekerjasama dengan dunia Barat. Kelompok Ikhwanul Muslimin ini
di didirikan oleh Hassan Al-Banna.
Sayyid
Qutb berkesempatan menjadi penasihat kebudayaan dan editor majalah Ikhwanul
Muslimin. Kelompok Ikhwanul Muslimin dianggap tidak sah dan anggotanya
ditangkap serta dijebloskan kedalam penjara oleh Presiden Mesir saat itu Gamal
Abdul Nasser. Selama di penjara Sayyid Qutb merefisi berjilid-jilid penafsiran
Al-Quránnya. Dalam karyanya ma’álim fi al-thariq (Petunjuk Jalan) ia
mengatakan bahwa kelompok yang menentang Islamisasi masyarakat dan negaraharus
diperlakukan selayaknya kaum jahiliyah atau dianggap murtad.
Menurut
beliau rezim Mesir adalah rezim yang tidak Islami dan sah untuk digulingkan.
Sayyid Qutb menolak modernisasi dalam Islam dan beliau juga berpendapat bahwa
Islam tidak perlu belajar kepada dunia Barat. Qutb juga mengajukan beberapa
solusi yang dianggap radikal contohnya adalah dalam membaca Al-Qurán. Al-Qurán
haruslah dibaca seperti membaca Puisi karena Metodologi (manhaj) dicirikan
dengan vitalitas suara, nada , ungkapan langsung dan kiasan.
Masyarakat
atau kelompok yang setuju dengan pemerintahan Mesir pada saat itu merupakan
orang-orang murtad dan dihalalkan untuk dibunuh. Menurut Qutb ikrar
Lailaha ilallah adalah pernyataan revolusi terhadap seluruh kedaulatan yang
berkuasa di atas muka bumi Nya. Maka seluruhnya itu mesti dikembalikan kepada
hakNya. Qutb juga mengatakan bahwa pandangannya adalah pandangan langsung
personal dan intuitif terhadap wahyu. Baginya pemikiran “agama” lebih penting
dari pada pemikiran “politik”.
Karena
beberapa pemikiran yang cenderung keras dikemukakan Sayyid Qutb sebagai
fundamentalis dalam menolak modernisasi dalam Islam, beberapa kalangan
mensejajarkannya pemikirannya dengan Marx dan Nietzsche. Pagi hari Senin, 29
Agustus 1966, Sayyid Qutb digantung bersama-sama sahabat seperjuangannya,
Muhamad Yusuf Hawwash dan Abdul Fatah Ismail.
Dalam kitabnya yang
berjudul “Sayyid Qutb: Khulâshatuhu wa Manhâju Harakâtihi“, Muhammad Taufiq
Barakat membagi fase pemikiran Sayyid Qutb menjadi tiga tahap:
1. Tahap pemikiran
sebelum mempunyai orientasi Islam;
2. Tahap mempunyai
orientasi Islam secara umum;
3. Tahap pemikiran
berorientasi Islam militan.
Pada
fase ketiga inilah, Sayyid Qutb sudah mulai merasakan adanya keengganan dan
rasa muak terhadap westernisasi, kolonialisme dan juga terhadap penguasa Mesir.
Masa-masa inilah yang kemudian menjadikan beliau aktif dalam memperjuangnkan
Islam dan menolak segala bentuk westernisasi yang kala itu sering
digembor-gemborkan oleh para pemikir Islam lainnya yang silau akan kegemilingan
budaya-budaya Barat.
Dalam
pandangannya, Islam adalah aturan yang komprehansif. Islam adalah ruh kehidupan
yang mengatur sekaligus memberikan solusi atas problem sosial-kemasyarakatan.
Al-Qur`an dalam tataran umat Islam dianggap sebagai acuan pertama dalam
pengambilan hukum maupun mengatur pola hidup masyarakat karena telah dianggap
sebagai prinsip utama dalam agama Islam, maka sudah menjadi sebuah keharusan
jika al-Qur`an dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Berdasar atas asumsi itulah, Sayyid
Qutb mencoba melakukan pendekatan baru dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an
agar dapat menjawab segala macam bentuk permasalahan. Adapun pemikiran beliau
yang sangat mendasar adalah keharusan kembali kepada Allah dan kepada tatanan
kehidupan yang telah digambarkan-Nya dalam al-Quran, jika manusia menginginkan
sebuah kebahagiaan, kesejahteraan, keharmonisan dan keadilan dalam mengarungi
kehidupan dunia ini.
Meski
tidak dipungkiri bahwa al-Qur`an telah diturunkan sejak berabad-abad lamanya di
zaman Rasulullah dan menggambarkan tentang kejadian masa itu dan sebelumnya
sebagaimana yang terkandung dalam Qashash al-Qur`an, namun ajaran-ajaran yang
dikandung dalam al-Qur`an adalah ajaran yang relevan yang dapat diterapkan di
segala tempat dan zaman. Maka, tak salah jika kejadian-kejadian masa turunnya
al-Qur`an adalah dianggap sebagai cetak biru perjalanan sejarah umat manusia
pada fase berikutnya. Dan tidak heran jika penafsiran-penafsiran yang telah
diusahakan oleh ulama klasik perlu disesuaikan kembali dalam masa sekarang.
Berangkat
dari itu, Sayyid Qutb mencoba membuat terobosan terbaru dalam menafsirkan
al-Qur`an yang berangkat dari realita masyarakat dan kemudian meluruskan apa
yang dianggap tidak benar yang tejadi dalam realita tersebut.
Karya : SAYYID QUTB
3.
Pemikiran Politik Sayyid Qutb
Setelah
kepulangannya ke Mesir, Sayyid Qutb sering mengkritik pemerintahan Gamal Abdul
Naser. Menurutnya, Mesir pada saat itu secara social politik berada pada
tingkat kebobrokan, ini diakibatkan oleh undang-undang yang berlaku di mesir
sangat bertentangan dengan jiwa kebudayaan manusia dan agama. Selain itu
undang-undang yang berlaku tidak sesuai dengan kondisi social dan geografis,
karena menurutnya, secara kultur masyarakat mesir sangat berbeda dengan barat
yang sekuler, dan lebih dekat dengan tradisi Islam.
Berdasarkan
beberapa kritiknya, undang-undang yang menurutnya ternyata berdampak sistemik
terhadap pemerintahan dan aplikasinya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari,
maka menurutnya, mendirikan pemerintahan yang didasarkan atas dasar ideology
nasionalisme arab telah gagal, karena meniru barat yang mencoba memisahkan
agama dan masyarakat.
Namun
sayyid Qutb tidak saja mengkritik pemerintahan mesir yang terkesan sekuler pada
saat itu, namun juga memberikan solusi dengan menyodorkan Islam sebagai
satu-satunya ideology yang Sholih li kulli zaman wal makan, menurutnya
Islam mempunyai jawaban untuk segala problem social dan politik, selain itu
islam juga memiliki konsep untuk menciptakan masyarakat yang harmonis.[24]
Maka
dari itu, menurut Sayyid Qutb, Islam harus menguasai pemerintahan guna menjamin
kesejahteraan yang merata, dan memberikan bimbingan dalam hal-hal kebijaksanaan
umum, serta berusaha melaksanakan pandangan-pandangan dan nilai-nilainya.[25] Karena
Suatu ideology tidak dapat dilaksanakan dalam kehidupan, kecuali apabila
diwujudkan dalam suatu system social khusus dan ditranformasikan menjadi
undang-undang yang menguasai kehidupan.[26]
Dalam
pandangan Sayyid Qutb, Islam adalah way of life yang komprehansif.
Islam adalah ruh kehidupan yang mengatur sekaligus memberikan solusi atas
problem sosial-kemasyarakatan. Al-Qur`an dalam tataran umat Islam dianggap
sebagai acuan pertama dalam pengambilan hukum maupun mengatur pola hidup
masyarakat karena telah dianggap sebagai prinsip utama dalam agama Islam, maka
sudah menjadi sebuah keharusan jika al-Qur`an dapat mengatasi
permasalahan-permasalahan yang ada.
Berdasar atas asumsi
itulah, Sayyid Qutb mencoba melakukan pendekatan baru dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Qur`an agar dapat menjawab segala macam bentuk permasalahan.
Adapun pemikiran beliau yang sangat mendasar adalah keharusan kembali kepada
Allah dan kepada tatanan kehidupan yang telah digambarkan-Nya dalam al-Quran,
jika manusia menginginkan sebuah kebahagiaan, kesejahteraan, keharmonisan dan
keadilan dalam mengarungi kehidupan dunia ini.
Karena secara tegas Sayyid Qutb menyatakan bahwa menggunakan akal sebagai tolok
ukur satu-satunya dalam memahami nash-nash Al-qur’an tentang
peristiwa-peristiwa alam, sejarah kemanusiaan, dan hal-hal gaib, berarti
menggunakan sesuatu yang terbatas terhadap perbuatan-perbuatan Tuhan, Allah
yang maha mutlak lagi tidak terbatas.[27]
Selain
itu, Islam merupakan satu-satunya ideology yang konstruktif dan positif, lebih
sempurna dari agama Kristen dan komunisme, yang melampaui semua tujuan mereka
dalam mencapai keseimbangan dan kesejahteraan masyarakat.[28]
Dalam
bukunya Mu’allim fi Al-thariq ia menjelaskan tujuan politik yaitu
menciptakan keselarasan antara hukum Tuhan dan hukum alam dan menyingkirkan
segala pertikaian, karena Islam menginginkan kepemimpinan yang lurus, kebaikan
dan kesejahteraan Ummat.[29]
Sedangkan
visi politik dalam pandangan Sayyid Qutb adalah (1) Politik tiada lain adalah
menciptakan keserasian Ilahiah dan dunia, dan (2) Berpolitik berarti menangkap
secara intuitif pengetahuan tentang kebenaran mutlak.[30]
Dalam
bukunya Al-Adalah al-Ijtimaiyyah fi al-Islam (Keadilan Sosial dalam
Islam) Qutb tidak menafsirkan Islam sebagai sistem moralitas yang usang.
Tetapi, ia adalah kekuatan sosial dan politik konkret di seluruh dunia Muslim.
Di sini Qutb melawan Ali Abd al-Raziq dan Taha Hussein yang
menyatakan bahwa Islam dan politik itu tidak bersesuaian. Qutb menyatakan tidak
adanya alasan untuk memisahkan Islam dengan perwujudan-perwujudan yang berbeda
dari masyarakat dan politik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uaraian tersebut
terlihat jelas bahwa konsep pendidikan yang ditawarkan Ikhwan al-Muslimin
sejalan dengan visi dan orientasi perjuangannya, yaitu membebaskan masyarakat
dari keterbelakangan, baik dalam kehidupan keagamaan, ekonomi, politik, sosial,
ilmu pengetahuan, maupun kebudayaan. Dengan
demikian, Ikhwan al-Muslimin menempatkan pendidikan sebagai alat untuk
meningkatkan harkat dan martabat ummat Islam khususnya yang berada di Mesir pada saat itu. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, Ikhwan
al-Muslimin telah menggunakan semua jenis dan model pendidikan, dari yang
bersifat formal sampai kepada yang bersifat non formal untuk mewujudkan visi
dan misinya itu.
Demikian
pula berbagai metode yang dipandang efektif dan berdaya guna dapat digunakan
sebagai cara untuk menerapkan pendidikan. Seluruh kegiatan pendidikannya itu terlihat didasarkan pada ajaran yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan praktek kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya.
Dalam kaitan ini, maka Ikhwan al-Muslimin dapat digolongkan kepada kelompok
sunni dan salafi, karena selalu merujuk kepada kemurnian ajaran Islam.
Sayyid
Qutb dilahirkan pada tanggal 9 Oktober 1906 M. di kota Asyut, salah satu daerah
di Mesir, pemikiran fundamentalisnya muncul setelah perantauannya ke eropa, di
eropa sayyid qutb merasa walaupun eropa sangat maju an modern tetapi secara
spiritual mereka sanat miskin, selain itu kekagumannya pada Hasan Al-Banna
sebagai tokoh ikhwanul Muslimin turut mempengaruhi pola pikirnya. Sehingga
setelah kepulangannya ke Mesir, beliau bergabung dengan ikhwanul muslimin, dan
juga sering mengkritik pemerintahan Gamal Abdul Naser yang dinilainya telah
bobrok dalamsistem pemerintahannya.
Secara
tegas Sayyid Qutb menegaskan bahwa undang-undang yang berlaku di Mesir sangat
bertentangan dengan norma masyarakat secara kultur dan juga agama, karena
undang-undang yang berlaku di Mesir pada saat itu lebih bercorak westernisasi.
Qutb juga berpendapat bahwa ideologi Islam merupakan satu-satunya ideology yang
pantas untuk dijadikan landasan dalam sebuah pemerintahan, karena baginya tidak
ada istilah pemisahan antara agama dan politik.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan
Pustaka Pelajar,1999).
Ali Abd.
Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-Kattani,
(Jakarta: Gema Insani
Press, 2000).
Ali
Hasan Al’ard, Sejarah dan Metodologi, Tafsir terjemah, Ahmad Akram, (Jakarta;
Raja Grafindo, 1994).
Ali
Rahnoma (ed), Para Perintis Zaman Baru Islam, Ilyas Hasan (terj), (Bandung;
Mizan, 1995).
Elida
Prayitno, Rekonstruksi Mata Kuliah Dasar Kependidikan, (Padang: IKIP,
1990).
Esposito
(ed), Dinamika kebangunan Islam, Bakri Siregar (terj), (Jakarta; Jakarta Press,
1997).Gani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980).
Hasan
Al-Banna. Majmu 'at Rasa „il al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (Kairo:
Dar alDa'wah, 1411 H).
Herry
Mohammad, dkk.. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press. 2006).
Imam
Al-Ghazali Said. Ideologi Kaum Fundamentalis, Pengamh Politik al-Maududi Terhadap Gerakan Jamaah islamiyyah Trans Pakistan-Mesir, (Surabaya: Diantara, 2003).
M. Atiqu)
Haque, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, (Jogjakarta: Diglossia, 2007).
Muhammad
Lili Nur Aulia. Cinta di Rumah Hasan al-Banna, (Jakarta: Puslaka
Da'watuna, 2007).
Muhammad
Sa‟id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. (Jakarta;
Pustaka Al-Kautsar, 2007).
Munawwir
Syadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, sejarah dan pemikiran, (Jakarta; UI
Press, 1990),cet I.
Sayyid
Quthub, Tafsir Juz ‘Amma, (Lebanon; Dar al-Falah, 1967), cet V.
Shalaluddin
Jursyi, Membumikan Islam Progresif, terj. M. Aunul Abiet Syah, (Jakarta: Paramadina. 2004).
Utsman Abd.
Al-Mu‟iz Ruslan, al-Tarbiyah al-Siyasiyyah „Ind al-Ikhwan al-Muslimin,
(Kairo: Dar al-Tauz-wa al-Nasyr al-Islamiyyah. 2000).
Yusuf
al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna. terj. Bustami A.
Yusuf Qardhawi,
Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin. (Jakarta: Media Da‟wah, 1988).
[1]
Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan
Kontemporer, (Semarang:
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka
Pelajar,1999). h.253.
[2] Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah.
(Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2007), h. 244.
[3]
Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan
Kontemporer, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan
Pustaka Pelajar,1999). h.278
[4] Herry Mohammad, dkk.. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20,
(Jakarta: Gema Insani Press. 2006), h. 202.
[5] Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan
Kontemporer, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan
Pustaka Pelajar,1999). h.288
[6] M. Atiqu) Haque, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia,
(Jogjakarta: Diglossia, 2007) h. 376.
[7]
Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan
Kontemporer, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan
Pustaka Pelajar,1999).h. 289
[8]
Imam Al-Ghazali Said. Ideologi Kaum
Fundamentalis, Pengamh Politik al-Maududi Terhadap Gerakan Jamaah islamiyyah Trans Pakistan-Mesir, (Surabaya: Diantara, 2003), h. 167.
[10] Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan
Kontemporer, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan
Pustaka Pelajar,1999). h.312
[11] Utsman Abd. Al-Mu‟iz Ruslan, al-Tarbiyah al-Siyasiyyah „Ind al-Ikhwan
al-Muslimin, (Kairo: Dar al-Tauz-wa al-Nasyr al-Islamiyyah. 2000), h. 39.
[13]
Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan
Madrasah Hasan al-Banna. terj. Bustami A.Gani, (Jakarta: Bulan Bintang,
1980), h. 27-32.
[16]
Ali Abd. Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani,
terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 53-54.
[17]
Hasan Al-Banna. Majmu 'at Rasa „il al-Imam
al-Syahid Hasan al-Banna, (Kairo: Dar alDa'wah, 1411 H), h. 59.
[19]
Shalaluddin Jursyi, Membumikan Islam
Progresif, terj. M. Aunul Abiet Syah, (Jakarta: Paramadina. 2004), h. 60.
[20] Hasan Al-Banna. Majmu 'at Rasa „il al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna,
(Kairo: Dar alDa'wah, 1411 H), h.97
[21]
Muhammad Lili Nur Aulia. Cinta di Rumah Hasan al-Banna, (Jakarta:
Puslaka Da'watuna, 2007), h. 39.
[24]
Esposito (ed), Dinamika kebangunan Islam, Bakri Siregar (terj), (Jakarta;
Jakarta Press, 1997), hlm., 103.
[25]
Munawwir Syadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, sejarah dan pemikiran,
(Jakarta; UI Press, 1990),cet I, hlm., 103.
[26]
Ibid., 103
[27] Sayyid Quthub,
Tafsir Juz ‘Amma, (Lebanon; Dar al-Falah, 1967), cet V, hlm., 255-256
[28] Munawwir
Syadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, sejarah dan pemikiran, (Jakarta; UI
Press, 1990),cet I, hlm.,104
[29]
Ali Rahnoma (ed), Para Perintis Zaman Baru Islam, Ilyas Hasan (terj), (Bandung;
Mizan, 1995), hlm., 167
[30]
Ali Hasan Al’ard, Sejarah dan Metodologi, Tafsir terjemah, Ahmad Akram,
(Jakarta; Raja Grafindo, 1994), hlm., 41.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar